Definisi
Anemia penyakit kronik dikenal juga
dengan nama anemia gangguan kronik, anemia sekunder, atau anemia sideropenik
dengan siderosis retikuloendotelial atau sideropenic anemia with reticuloendothelial siderosis. Anemia pada
penyakit kronik merupakan jenis anemia
terbanyak kedua setelah anemia
defisiensi yang dapat ditemukan pada orang dewasa di Amerika Serikat.
Pengenalan akan adanya anemia
penyakit kronik dimulai pada awal abad ke 19, dimana pada waktu itu pada
pasien–pasien tuberkulosis sering ditemukan muka pucat. Lalu Cartwright dan
Wintrobe pada tahun 1842 memperlihatkan adanya benda – benda kecil di sampel
darah pasien demam tifoid dan cacar air. Juga pada penyakit infeksi lainnya
seperti siphilis dan pneumonia. Nama yang dipergunakan waktu itu adalah Anemia
penyakit infeksi. Pada tahun 1962 setelah dilakukannya suatu studi tentang
infeksi dan ditemukannya gambaran yang sama pada penyakit–penyakit kronik bukan
infeksi seperti artritis reumatoid, nama anemia penyakit kronik diperkenalkan.
Anemia penyakit kronik merupakan
anemia terumum ke-dua yang sering dijumpai di dunia setelah anemia defisiensi
besi , tetapi mungkin merupakan yang paling umum dijumpai pada pasien–pasien
yang sedang dirawat di rumah sakit. Anemia penyakit kronik bukanlah diagnosis
primer tetapi merupakan respons sekunder normal terhadap berbagai penyakit di
bagian tubuh manapun.
Anemia penyakit kronik adalah anemia
yang timbul setelah terjadinya proses infeksi atau inflamasi kronik. Biasanya
anemia akan muncul setelah penderita mengalami penyakit tersebut selama 1–2
bulan. Tumor dulunya memang merupakan salah satu penyebab anemia penyakit
kronik, namun dari hasil studi yang terakhir tumor tidak lagi dimasukkan
sebagai penyebab anemia penyakit kronik.
Anemia penyakit kronis merupakan
anemia hipoproliferatif yang berhubungan dengan proses infeksi/inflamasi
kronis, kerusakan jaringan, atau kondisi yang melepaskan sitokin proinflamasi.
Anemia penyakit kronis cadangan zat besi di dalam tulang tidak dapat digunakan
oleh sel darah merah yang baru, maka anemia ini sering disebut anemia
penggunaan ulang zat besi. Berbagai inflamasi penyakit kronik berhubungan
dengan anemia jenis nomositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan
warna yang normal). Kelainan ini meliputi artritis rematoid, abses paru,
osteomielitis, tuberkulosis, dan berbagai keganasan.
Anemia biasanya ringan dan tidak
progresif. Berkembang secara bertahap selama periode waktu 6 sampai 8 minggu
dan kemudian stabil pada kadar hematokrit tidak kurang dari 25 %. Hemoglobin
jarang turun sanmpai di bawah 9 g/dl, dan sumsum tulang mempunyai selularitas
normal dengan peningkatan cadangan besi. Kadar eritropoetin rendah, mungkin
karena turunnya produksi, dan adanya penyekat pada penggunaan besi oleh sel
eritroid. Juga terjadi penurunan sedang ketahanan hidup sel darah merah.
Kebanyakan pasien tidak menunjukan
gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk anemianya. Dengan keberhasilan
penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk
membuat darah sehingga hemoglobin meningkat. Secara garis besar patogenesia
anemia penyakit kronis dititik beratkan pada 3 abnormalitas utama: 1. Ketahanan
hidup, 2. Adanya respon sumsum tulang akibat respon eritropoetin yang terganggu
atau menurun. 3. Gangguan metabolisme berupa gangguan reutilisasi besi.
Pada pemeriksaan status besi didapatkan penurunan besi serum, tranferin
saturasi transferin, dan total protein pengikat besi, sedangkan kadar feritin
dapat normal atau meningkat. Kadar reseptor transferin di anemia penyakit
kronis adalah normal.
Hubungan
antara anemia penyakit kronis dan anemia defisiensi besi
Anemia penyakit kronis sering
bersamaan dengan anemia defisiensi besi dan keduanya memberikan gambaran
penurunan besi serum. Oleh karena itu penentuan parameter besi yang lain
diperlukan untuk membedakannya. Rendahnya besi di anemia penyakit kronis
disebabkan aktifitas mobilisasi besi sistem retikuloendotelial ke plasma
menurun, sedangkan penurunan saturasi transferin diakibatkan oleh degradasi
tranferin yang meningkat. Kadar feritin pada keadaan ini juga meningkat melalui
mekanisme yang sama.
Etiologi
Karena anemia jenis ini berkembang secara perlahan
dan biasanya ringan, anemia ini biasanya tidak menimbulkan gejala. Kalaupun
timbul gejala, biasanya merupakan akibat dari penyakit kroniknya, bukan
karena anemianya.
Anemia
penyakit kronik dapat disebabkan oleh beberapa penyakit/kondisi seperti infeksi
kronik misalnya infeksi paru, endokarditis bakterial; inflamasi kronik misalnya
artritis reumatoid, demam reumatik; lain–lain misalnya penyakit hati alkaholik,
gagal jantung kongestif dan idiopatik:
Tabel Etiologi anemia penyakit kronik
No
|
Infeksi kronik
|
Inflamasi kronik
|
Lain–lain
|
Idiopatik
|
1
|
Infeksi paru: abses,emfisema,
tuberkulosis, bronkiektasis
|
Artritis reumatoid
|
Penyakit hati alkaholik
|
|
2
|
Endokarditis bakterial
|
Demam reumatik
|
Gagal jantung kongestif
|
|
3
|
Infeksi saluran kemih kronik
|
Lupus eritematosus sistemik
(LES)
|
Tromboplebitis
|
|
4
|
Infeksi jamur kronik
|
Trauma berat
|
Penyakit jantung iskemik
|
|
5
|
Human immunodeficiency virus
(HIV)
|
Abses steril
|
||
6
|
Meningitis
|
Vaskulitis
|
||
7
|
Osteomielitis
|
Luka bakar
|
||
8
|
Infeksi sistem reproduksi
wanita
|
Osteoartritis
(OA)
|
||
9
|
Penyakit inflamasi pelvik
(PID: pelvic inflamatory disease)
|
Penyakit vaskular kolagen
(Collagen vascular disease)
|
||
10
|
Polimialgia
|
|||
11
|
Trauma Panas
|
|||
12
|
Ulcus dekubitus
|
|||
13
|
Penyakit Crohn
|
Patofisiologi
Mekanisme bagaimana terjadinya
anemia pada penyakit kronik sampai dengan sekarang masih banyak yang belum bisa
dijelaskan walaupun telah dilakukan banyak penelitian.Adapendapat yang
mengatakan bahwa sitokin–sitokin proses inflamasi seperti tumor nekrosis faktor
alfa (TNF a), interleukin 1 dan interferon gama (.) yang diproduksi oleh sumsum
tulang penderita anemia penyakit kronik akan menghambat terjadinya proses
eritropoesis. Pada pasien artritis reumatoid interleukin 6 juga meningkat
tetapi sitokin ini bukan menghambat proses eritropoesis melainkan meningkatkan
volume plasma. Pada pasien anemia penyakit kronik eritropoetin memang lebih
rendah dari pasien anemia defisiensi besi, tetapi tetap lebih tinggi dari orang
– orang bukan penderita anemia. Dari sejumlah penelitian disampaikan beberapa
faktor yang kemungkinan memainkan peranan penting terjadinya anemia pada
penyakit kronik, antara lain :
- Menurunnya umur hidup sel darah merah (eritrosit) sekitar 20–30% atau menjadi sekitar 80 hari. Hal ini dibuktikan oleh Karl tahun 1969 pada percobaan binatang yang menemukan pemendekan masa hidup eritrosit segera setelah timbul panas. Juga pada pasien artritis reumatoid dijumpai hal yang sama.
- Tidak adanya reaksi sumsum tulang terhadap adanya anemia pada penyakit kronik. Reaksi ini merupakan penyebab utama terjadinya anemia pada penyakit kronik. Kejadian ini telah dibuktikan pada binatang percobaan yang menderita infeksi kronik, dimana proses eritropoesisnya dapat ditingkatkan dengan merangsang binatang tersebut dengan pemberian eritropoetin.
- Sering ditemukannya sideroblast berkurang dalam sumsum tulang disertai deposit besi bertambah dalam retikuloendotelial sistem, yang mana ini menunjukkan terjadinya gangguan pembebasan besi dari sel retikuloendotelial yang mengakibatkan berkurangnya penyedian untuk eritroblast.
- Terjadinya metabolisme besi yang abnormal. Gambaran ini terlihat dari adanya hipoferemia yang disebabkan oleh iron binding protein lactoferin yang berasal dari makrofag dan mediator leukosit endogen yang berasal dari leukosit dan makrofag. Hipoferemia dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang berespons terhadap pemendekan masa hidup eritrosit dan juga menyebabkan berkurangnya produksi eritropoetin yang aktif secara biologis.
- Adanya hambatan terhadap proliferasi sel progenitor eritroid yang dilakukan oleh suatu faktor dalam serum atau suatu hasil dari makrofag sumsum tulang.
- Kegagalan produksi transferin.
Manifestasi Klinis
Berat ringannya anemia berbanding lurus dengan
aktivitas penyakit. Hematokrit biasanya berkisar antara 25-30%, biasanya
normositik atau normokrom. Apabila disertai dengan penurunan kadar besi dalam
serum atau saturasi transferin, anemia
akan berbentuk hipokrom mikrositik. Kadar feritin dalam serum normal atau
meningkat. Leukosit dan hitung jenisnya normal.
Anemia pada penyakit kronik biasanya
ringan sampai dengan sedang dan munculnya setelah 1–2 bulan menderita sakit.
Biasanya anemianya tidak bertambah progresif atau stabil dan mengenai berat
ringannya anemia pada seorang penderita tergantung kepada berat dan lamanya
menderita penyakit tersebut. Gambaran klinis dari anemianya sering tertutupi
oleh gejala klinis dari penyakit yang mendasari (asimptomatik). Tetapi pada
pasien–pasien dengan gangguan paru yang berat, demam, atau fisik dalam keadaan
lemah akan menimbulkan berkurangnya kapasitas daya angkut oksigen dalam jumlah
sedang, yang mana ini nantinya akan mencetuskan gejala. Pada pasien–pasien
lansia, oleh karena adanya penyakit vaskular degeneratif kemungkinan akan
ditemukan gejala–gejala kelelahan, lemah, klaudikasio intermiten, muka pucat
dan pada jantung keluhannya dapat berupa palpitasi dan angina pektoris serta
dapat terjadi gangguan serebral. Tanda fisik yang mungkin dapat dijumpai antara
lain muka pucat, konjungtiva pucat dan takikardi.
Pemeriksaan sumsum tulang biasanya
normal, kadang-kadang ditemukan hipoplasia eritropoeisis dan defek dalam
hemoglobinisasi. Yang sangat karakteristik adalah berkurangnya sideroblas dalam
sumsum tulang, sedangkan deposit besi dalam sistem retikuloendotelial (RES)
normal atau bertambah.
Diagnosis
Diagnosis
anemia penyakit kronik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan, antara
lain dari:
1.
Tanda dan gejala
klinis anemia yang mungkin dapat dijumpai, misalnya muka pucat, konjungtiva
pucat, cepat lelah, lemah, dan lain–lain.
2.
Pemeriksaan
laboratorium, antara lain:
a.
Anemianya ringan
sampai dengan sedang, dimana hemoglobinnya sekitar 7–11 gr/dL.
b.
Gambaran morfologi
darah tepi: biasanya normositik-normokromik atau mikrositik ringan. Gambaran
mikrositik ringan dapat dijumpai pada sepertiga pasien anemia penyakit kronik.
c.
Volume korpuskuler
rata–rata (MCV: Mean Corpuscular Volume): normal atau menurun sedikit (= 80
fl).
d.
Besi serum (Serum
Iron): menurun (< 60 mug / dL).
e.
Mampu ikat besi
(MIB = TIBC: Total Iron Binding Capacity): menurun (< 250 mug / dL).
f.
Jenuh transferin
(Saturasi transferin): menurun (< 20%).
g.
Feritin serum:
normal atau meninggi (> 100 ng/mL).
h.
Besi sumsum tulang
normal atau tinggi.
i.
Sideroblast menurun.
Pemeriksaan
lain yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan sumsum tulang dan konsentrasi
protoporfirin eritrosit bebas (FEP: Free Erytrocyte Protophorphyrin), namun
pemeriksaannya jarang dilakukan. Menginterpretasi hasil pemeriksaan sumsum
tulang kemungkinannya sulit, oleh karena bentuk dan struktur sel–sel sumsum
tulang dipengaruhi oleh penyakit dasarnya. Sedangkan konsentrasi protoporfirin eritrosit
bebas memang cenderung meninggi pada pasien anemia penyakit kronik tetapi
peninggiannya berjalan lambat dan tidak setinggi pada pasien anemia defisiensi
besi. Peninggiannya juga sejalan dengan bertambah beratnya anemia. Oleh karena
itu pemeriksaan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas lebih sering
dilakukan pada pasien – pasien anemia defisiensi besi.
Penatalaksanaan
Terapi
terutama ditujukan pada penyakit dasarnya. Pada anemia yang mengancam nyawa, dapat diberikan transfusi darah merah
(packed red cell) seperlunya. Pengobatan dengan suplementasi
besi, tidak diindikasikan, kecuali untuk mengatasi anemia pada artritis
reumatoid. Pemberian kobalt dan eritropoeitin dikatakan dapat
memperbaiki anemia pada penyakit
kronik.
Tidak
ada terapi spesifik yang dapat kita berikan untuk anemia penyakit kronik,
kecuali pemberian terapi untuk penyakit yang mendasarinya. Biasanya apabila
penyakit yang mendasarinya telah diberikan pengobatan dengan baik, maka
anemianya juga
akan
membaik. Pemberian obat–obat hematinik seperti besi, asam
folat,
atau vitamin B12 pada pasien anemia penyakit kronik, tidak ada
manfaatnya.
Belakangan
ini telah dicoba untuk memberikan beberapa pengobatan yang mungkin dapat
membantu pasien anemia penyakit kronik, antara lain:
- Rekombinan eritropoetin (Epo), dapat diberikan pada pasien–pasien anemia penyakit kronik yang penyakit dasarnya artritis reumatoid, Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), dan inflamatory bowel disease. Dosisnya dapat dimulai dari 50–100 Unit/Kg, 3x seminggu, pemberiannya secara intra venous (IV) atau subcutan (SC). Bila dalam 2–3 minggu konsentrasi hemoglobin meningkat dan/atau feritin serum menurun, maka kita boleh menduga bahwa eritroit respons. Bila dengan dosis rendah responsnya belum adekuat, maka dosisnya dapat ditingkatkan sampai 150 Unit/Kg, 3x seminggu. Bila juga tidak ada respons, maka pemberian eritropoetin dihentikan dan dicari kemungkinan penyebab yang lain, seperti anemia defisiensi besi. Namun ada pula yang menganjurkan dosis eritropoetin dapat diberikan hingga 10.000–20.000 Unit, 3x seminggu.3,2
- Transfusi darah berupa packed red cell (PRC) dapat diberikan, bila anemianya telah memberikan keluhan atau gejala. Tetapi ini jarang diberikan oleh karena anemianya jarang sampai berat.
- Prednisolon dosis rendah yang diberikan dalam jangka panjang. Diberikan pada pasien anemia penyakit kronik dengan penyakit dasarnya artritis temporal, reumatik dan polimialgia. Hemoglobin akan segera kembali normal demikian juga dengan gejala–gejala polimialgia akan segera hilang dengan cepat. Tetapi bila dalam beberapa hari tidak ada perbaikan, maka pemberian kortikosteroid tersebut segera dihentikan.
- Kobalt klorida, juga bermanfaat untuk memperbaiki anemia pada penyakit kronik dengan cara kerjanya yaitu menstimulasi pelepasan eritropoetin, tetapi oleh karena efek toksiknya obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan.
Daftar Pustaka/Referensi
- Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK Unair. Surabaya.
- Aditama Tjandra Yoga.
2005. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Unit Paru RS Persahabatan. Jakarta.
- Sat Sharma. 2006. Obstructive
Lung Disease. Division of Pulmonary Medicine, Department of Internal
Medicine, University of Manitoba. www.emedicine.com
- Garisson Susan J. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Departement of Physical Medicine and Rehabilitation. Texas
Kata Kunci Pencarian : Anemia Pada Penyakit Kronik, Desertasi, Tesis, Ilmu Penyakit Dalam, Jurnal, Karya Tulis Ilmiah, SKP (Satuan Kredit Profesi), Kompetensi, pdf, word, .pdf, .doc, .docx, Makalah, Skripsi, Referat, Hematologi, Disertasi, Refrat, modul BBDM, Belajar Bertolak Dari Masalah, Problem Based Learning, askep (asuhan keperawatan)
0 comments:
Posting Komentar