Anemia

Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). [1]
Atau bisa juga dikatakan, anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal jumlah SDM (eritrosit), kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah.
Dari definisi tersebut di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa masalah pada anemia adalah gangguan pada:
Sel Darah Merah, Hemoglobin, Hematokrit secara bersama-sama mempengaruhi oxygen carrying capacity (kemampuan mengangkut oksigen)

Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia, kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. [1]
Kriteria anemia menurut WHO adalah:[2]

Tabel 1.1 Ambang batas hemoglobin menurut WHO


Kelompok Umur Atau Jenis Kelamin
Ambang
Haemoglobin (g/dl)
Balita (0,50–5 tahun)
11
Anak-anak (5–12 tahun)
11,5
Anak-anak (12–15 tahun)
12
Wanita tidak hamil (≥15 tahun)
12
Wanita hamil
11
Pria (≥15 tahun)
13

Sumber: Iron deficiency anaemia: assessment, prevention,
and control. A guide for programme managers. Geneva, World
Health Organization, 2001 (WHO/NHD/01.3).


Klasifikasi
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi morfologi dibuat berdasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobinnya, dibagi menjadi tiga golongan: 1). Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV <80 fl dan MCH <27 pg; 2). Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg; 3). Anemia makrositer, bila MCV >95 fl.[1]

Tabel 1.2 Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi[1] (Miringkan gadget anda untuk melihat tabel ini)

Morfologi Sel
Keterangan
Jenis Anemia
Anemia mikrositik –hipokromik
Bentuk eritrosit yang kecil dengan konsentrasi hemoglobin yang menurun
  • Anemia defisiensi besi
  • Thalasemia major
  • Anemia akibat penyakit kronik Anemia sideroblastik

Anemia normositik – normokromik  
Penghancuran atau penurunan jumlah eritrosit tanpa disertai kelainan bentuk dan konsentrasi hemoglobin
  • Anemia posthemoragik
  • Anemia aplastik
  • Anemia hemolitik didapat
  • Anemia akibat penyakit kronik
  • Anemia pada gagal ginjal kronik
  • Anemia pada sindrom mielodisplastik
  • Anemia pada keganasan hematologik

Anemia makrositik 
Bentuk eritrosit yang besar dengan konsentrasi hemoglobin yang normal
       Bentuk megaloblastik
  • Anemia defisiensi folat
  • Anemia defisiensi B12, termasuk anemia Pernisiosa

       Bentuk non-megaloblastik
  • Anemia pada penyakit hati kronik
  • Anemia pada hipotiroidisme
  • Anemia pada sindrom mielodisplastik

Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu 1) gangguan produksi eritrosit oleh sumsum tulang, 2) kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan) dan 3) proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)
1.      Gangguan produksi eritrosit (hipoproliferatif)
Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia hipoproliferatif ini dapat disebabkan karena:
a.       Kerusakan sumsum tulang
Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit infiltratif (contohnya: leukemia, limfoma), dan aplasia sumsum tulang.
b.      Defisiensi besi
c.       Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat
Keadaan ini terjadi pada gangguan fungsi ginjal
d.      Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi (misalnya: interleukin 1)
e.       Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada keadaan hipotiroid)
Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun dapat pula ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi ringan hingga sedang dan penyakit inflamasi. Kedua keadaan tersebut dapat dibedakan melalui pemeriksaan persediaan dan penyimpanan zat besi.

Tabel 1.3 Perbandingan anemia defisiensi besi dan penyakit inflamasi


Defisiensi besi
Inflamasi
Fe serum
Rendah
Rendah
TIBC
Tinggi
Normal atau rendah
Saturasi transferin
Rendah
Rendah
Feritin serum
Rendah
Normal atau tinggi
2.      Gangguan pematangan
Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang “rendah”, gangguan morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks eritrosit yang abnormal. Gangguan pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:
a.       Gangguan pematangan inti
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa makrositik. Penyebab dari gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12, obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme DNA (seperti metotreksat, alkylating agent), dan myelodisplasia. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan pematangan inti, namun keadaan ini lebih disebabkan oleh defisiensi asam folat.
b.      Gangguan pematangan sitoplasma
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa mikrositik dan hipokromik. Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi besi yang berat, gangguan sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan gangguan  sintesa heme (misalnya pada anemia sideroblastik)
3.      Penurunan waktu hidup sel darah merah
      Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Pada kedua keadaan ini akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangan darah dapat terjadi secara akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan retikulosit yang bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya peningkatan eritropoietin dan proliferasi sel dari sumsum tulang. Sedangkan pada fase kronis gambarannya akan menyerupai anemia defisiensi besi.
      Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat akut maupun kronis. Pada anemia hemolisis kronis, seperti pada sferositosis herediter, pasien datang bukan karena keadaan anemia itu sendiri, melainkan karena komplikasi yang ditimbulkan oleh pemecahan sel darah merah dalam jangka waktu lama, seperti splenomegali, krisis aplastik, dan batu empedu. Pada keadaan yang disebabkan karena autoimun, hemolisis dapat terjadi secara episodik (self limiting).
Klasifikasi berdasarkan beratnya anemia:[2]
WHO Grading of anemia (Hb):
Grade 1 (Mild Anemia)
10 g/dl - cutoff point for ages
Grade 2 (Moderate Anemia)
7-10 g/dl
Grade 3 (Severe Anemia)
below 7 g/dl

National Cancer Institute Grading of Anemia:
Grade 0 (within normal limits)
12.0–16.0 g/dl for women and 14.0–18.0 g/ dl for men
Grade 1 (Mild)
10 g/dl to levels within normal limits
Grade 2 (Moderate)
8.0–10.0 g/dl
Grade 3 (Severe)
6.5–7.9 g/dl
Grade 4 (Life threatening)
<6.5 g/dl


Manifestasi Klinis

Gejala anemia biasanya digolongkan menjadi 3 jenis gejala, yaitu: [1]

1.      Gejala umum anemia.
Gejala umum anemia (anemic syndrome) adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, terutama terlihat jelas apabila kadar hemoglobin < 7 gr/dl. Biasanya timbul karena: a) anoksia organ, b) mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen.
Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dyspepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di luar anemia dan tidak sensitive karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat (Hb < 7gr/dl).

2.      Gejala khas masing-masing anemia
Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh:

  • Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis dan kuku sendok (koilonychia)
  • Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologic pada defisiensi vitamin B12
  • Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan hepatomegali
  • Anemia aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infeksi
3.      Gejala penyakit dasar.
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab penyakit tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang: sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena arthritits rheumatoid.

Gejala Symptoms Anemia
Algorithm Diagnosis Anemia



A.     Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium yang digunakan untuk menegakkan diagnosis anemia
adalah:
1. Complete Blood Count (CBC)
A. Eritrosit
a. Hemoglobin  N ♀: 12-16 gr/dl ; ♂: 14-18 gr/dl
b. Hematokrit  N ♀: 37-47% ; ♂: 42-52%
B. Indeks eritrosit

  •         Volume eritrosit rata-rata (VER) atau mean corpuscular volume (MCV)

MCV mengindikasikan ukuran eritrosit : mikrositik (ukuran kecil), normositik (ukuran normal), dan makrositik (ukuran besar). Nilai MCV diperoleh dengan mengalikan hematokrit 10 kali lalu membaginya dengan hitung eritrosit.



MCV = (hematokrit x 10) : hitung eritrosit
 




Nilai rujukan :                                                                                   
Dewasa : 80 - 100 fL (baca femtoliter)
Bayi baru lahir : 98 - 122 fL
Anak usia 1-3 tahun : 73 - 101 fL
Anak usia 4-5 tahun : 72 - 88 fL
Anak usia 6-10 tahun : 69 - 93 fL
Masalah klinis :
Penurunan nilai : anemia mikrositik, anemia defisiensi besi (ADB), malignansi, artritis reumatoid, hemoglobinopati (talasemia, anemia sel sabit, hemoglobin C), keracunan timbal, radiasi.
Peningkatan nilai : anemia makrositik, aplastik, hemolitik, pernisiosa; penyakit hati kronis; hipotiroidisme (miksedema); pengaruh obat (defisiensi vit B12, antikonvulsan, antimetabolik)

  •         Hemoglobin eritrosit rata-rata (HER) atau mean corpuscular hemoglobin (MCH)

MCH mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa memperhatikan ukurannya. MCH diperoleh dengan mengalikan kadar Hb 10 kali, lalu membaginya dengan hitung eritrosit.





MCH = (hemoglobin x 10) : hitung eritrosit
 





Nilai rujukan :
Dewasa : 26 - 34 pg (baca pikogram)
Bayi baru lahir : 33 - 41 pg
Anak usia 1-5 tahun : 23 - 31 pg
Anak usia 6-10 tahun : 22 - 34 pg
MCH dijumpai meningkat pada anemia makrositik-normokromik atau sferositosis, dan menurun pada anemia mikrositik-normokromik atau anemia mikrositik-hipokromik.

  •         Kadar hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER) atau mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC)

MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit. Penurunan nilai MCHC dijumpai pada anemia hipokromik, defisiensi zat besi serta talasemia. Nilai MCHC dihitung dari nilai MCH dan MCV atau dari hemoglobin dan hematokrit.



MCHC = ( MCH : MCV ) x 100 %
atau
MCHC = ( Hb : Hmt ) x 100 %


Nilai rujukan :
Dewasa : 32 - 36 %
Bayi baru lahir : 31 - 35 %
Anak usia 1.5 - 3 tahun : 26 - 34 %
Anak usia 5 - 10 tahun : 32 - 36 %

C. Leukosit (N : 4500 – 11.000/mm3)
D. Trombosit (N : 150.000 – 450.000/mm3)
2. Sediaan Apus Darah Tepi
A.    Ukuran sel
B.     Anisositosis
C.     Poikolisitosis
D.    Polikromasia
3. Hitung Retikulosit ( N: 1-2%)
4. Persediaan Zat Besi
A.    Kadar Fe serum ( N: 9-27μmol/liter )
B.     Total Iron Binding Capacity ( N: 54-64 μmol/liter)
C.     Feritin Serum ( N ♀: 30 μmol/liter ; ♂: 100 μmol/liter)
5. Pemeriksaan Sumsum Tulang
A.    Aspirasi
- E/G ratio
- Morfologi sel
- Pewarnaan Fe
B.     Biopsi
- Selularitas
- Morfologi

Yang biasa ditemukan pada anemia, yaitu:

I. Pemeriksaan Complete Blood Count (CBC)
Kriteria apakah seseorang menderita anemia dapat dilihat dari kadar hemoglobin dan hematokritnya. Selain itu, indeks eritrosit dapat digunakan untuk menilai abnormalitas ukuran eritrosit dan defek sintesa hemoglobin.Bila MCV < 80, maka disebut mikrositosis dan bila > 100 dapat disebut sebagaimakrositosis. Sedangkan MCH dan MCHC dapat menilai adanya defek dalam sintesa hemoglobin (hipokromia)

II. Sediaan Apus Darah Tepi (SADT)
SADT akan memberikan informasi yang penting apakah ada gangguan atau defek pada produksi sel darah merah. Istilah anisositosis menunjukkan ukuran eritrosit yang bervariasi, sedangkan poikilositosis menunjukkan adanya bentuk dari eritrosit yang  beraneka ragam.

III. Hitung Retikulosit
Pemeriksaan ini merupakan skrining awal untuk membedakan etiologi anemia.
Normalnya, retikulosit adalah sel darah merah yang baru dilepas dari sumsumtulang. Retikulosit mengandung residual RNA yang akan dimetabolisme dalamwaktu 24-36 jam (waktu hidup retikulosit dalam sirkulasi). Kadar normalretikulosit 1-2% yang menunjukkan penggantian harian sekitar 0,8-1% darijumlah sel darah merah di sirkulasi. Indeks retikulosit merupakan perhitungan dari produksi sel darah merah. Nilairetikulosit akan disesuaikan dengan kadar hemoglobin dan hematokrit pasienberdasarkan usia, gender, sarta koreksi lain bila ditemukan pelepasan retikulositprematur (polikromasia). Hal ini disebabkan karena waktu hidup dari retikulosit prematur lebih panjang sehingga dapat menghasilkan nilai retikulosit yang seolah-olah tinggi.


RI = (% retikulosit x kadar hematokrit/45%) x (1/ faktor koreksi)
 




Faktor koreksi untuk:
Ht 35% : 1,5
Ht 25% : 2,0
Ht 15% : 2,5
Keterangan:
RI < 2-2,5% : produksi atau pematangan eritrosit yang tidak adekuat
RI > 2,5% : penghancuran eritrosit yang berlebihan

IV. Persediaan dan Penyimpanan Zat Besi
Saturasi transferin didapatkan dari pembagian kadar Fe serum dengan TIBC dikali 100 (N: 25-50%). Pada pengukuran kadar Fe plasma dan persen saturasi transferin, terdapat suatu variasi diurnal dengan puncaknya pada pk 09.00 dan pk.10.00.Serum feritin digunakan untuk menilai cadangan total besi tubuh. Namun,feritin juga merupakan suatu reaktan fase akut, dan pada keadaan inflamasi baikakut maupun kronis, kadarnya dapat meningkat.
V. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai apakah ada gangguan pada sumsum tulang misalnya myelofibrosis, gangguan pematangan, atau penyakit infiltratif. Peningkatan atau penurunan perbandingan dari suatu kelompok sel(myeloid atau eritroid) dapat ditemukan dari hitung jenis sel-sel berinti pada sumsum tulang (ratio eritroid dan granuloid)

Penatalaksanaan


Tujuan
a.       Mengurangi gejala yang dialami pasien dan meningkatkan produktivitas serta kualitas hidup
b.      Memperbaiki etiologi yang menjadi dasar terjadinya anemia
(mengembalikan substrat yang dibutuhkan dalam produksi eritrosit)
c.       Mencegah kekambuhan anemia
d.      Mencegah kematian (pada perdarahan hebat)

Terapi Non-Medikamentosa Mencukupkan asupan nutrisi Fe, asam folat, dan vitamin B12. Misalnya dari sayur-sayuran hijau, ikan laut, dan unggas

Pembahasan penatalaksanaan anemia akan lebih lanjut berdasarkan jenis anemia karena terapi seringkali berbeda dan spesifik.




DAFTAR PUSTAKA/REFERENSI


  1. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati. “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Jilid II, Edisi IV.” Hal: 622-658. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta: Juni 2006.
  2. World Health Organization (2008). Worldwide prevalence of anaemia 1993–2005. Geneva: World Health Organization. Retrieved 2015-03-25.

Kata Kunci Pencarian: Anemia, Jurnal, Karya Tulis Ilmiah, Makalah, Referat, Hematologi, Ilmu Penyakit Dalam, Skripsi, Tesis, SKP (Satuan Kredit Profesi), Kompetensi, pdf, word, .pdf, .doc, .docx, Desertasi, Disertasi, Refrat, modul BBDM, Belajar Bertolak Dari Masalah, Problem Based  Learning, askep (asuhan keperawatan)

0 comments:

Posting Komentar

Posting Terbaru

Silahkan Like di Facebook untuk mengikuti perkembangan artikel baru

Entri Populer

Kehidupan yang bermanfaat adalah kehidupan hebat

Ilmu adalah kunci kemajuan

Back to Top

Terima Kasih Telah Berkunjung

Diberdayakan oleh Blogger.