Definisi
Angina pektoris berasal dari
bahasa Yunani, ankhon, yang berarti ‘mencekik’ dan pectus yang berarti ‘dada’. Jadi,
angina pectoris dapat diartikan sebagai rasa tercekik di dada. Angina pectoris
sebenarnya bukan penyakit, tetapi merupakan gejala dari penyakit lainnya pada
umumnya adalah penyakit arteri koroner (coronary artery disease) atau penyakit
jantung koroner walaupun dapat juga disebabkan penyakit lain yang nanti akan
dibahas.
Penyakit arteri
koroner umumnya disebabkan oleh pengendapan zat lemak di dinding bagian dalam
arteri yang disebut aterosklerosis atau arteriosklerosis.
Beberapa
pengertian Angina Pectoris / Pektoris dari beberapa sumber literatur :
- Nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai respons terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, rahang atau ke daerah abdomen. (Corwin, 2009).
- Rasa nyeri terikat atau tertekan atau rasa tidak enak pada dada yang khas akibat dari iskemia otot jantung, bentuk yang klasik tercetus oleh kerja fisik dan menghilang dengan istirahat. (Ovedoff, 2002)
- Suatu sindrom klinis berupa serangan sakit dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang sering kali menjalar ke lengan kiri. Hal ini biasa timbul saat pasien melakukan aktivitas dan segera hilang saat aktivitas dihentikan. (Mansjoer, 2001)
- Nyeri dada yang ditimbukan karena iskemik miokard dan bersifat sementara atau reversibel. (Dasar-dasar kardiotoraksik, 1993)
- Suatu sindroma akut dimana klien mendapat serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti. (Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer, 1996)
- Suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis rasa tidak nyaman yang biasanya terletak dalam daerah retrosternum. (Penuntun Praktis Kardiovaskuler).
Walaupun telah banyak kemajuan dalam
penatalaksanaannya, penyakit jantung koroner (PJK) sampai saat ini masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup penting. Di Negara-negara
maju dan beberapa Negara berkembang seperti Indonesia, PJK merupakan penyebab
kematian utama. Di Amerika Serikat didapatkan bahwa kurang lebih 50 % dari
penderita PJK mempunyai manifestasi awal Angina Pektoris Stabil ( APS ). Jumlah pasti penderita angina
pectoris ini sulit diketahui. Dilaporkan bahwa insidens angina pectoris
pertahun pada penderita diatas usia 30 tahun sebesar 213 penderita per 100.000
penduduk. Asosiasi jantung Amerika memperkirakan ada 6.200.000 penderita APS
ini di Amerika serikat. Tapi data ini nampaknya sangat kecil bila
dibandingkan dengan laporan
dari dua studi besar dari Olmsted Country dan Framingham, yang mendapatkan
bahwa kejadian infark miokard akut sebesar 3% sampai 3.5% dari penderita APS
pertahun, atau kurang lebih 30 penderita APS untuk setiap penderita infark
miokard akut.
Mengingat banyaknya jumlah penderita APS dan kerugian
yang ditimbulkannya terutama secara ekonomi, diperlukan
penatalaksanaan yang lebih komprehensif. Tetapi APS terutama ditujukan untuk
menghindarkan terjadinya infark miokard akut dan kematian sehingga meningkatkan
harapan hidup, serta mengurangi gejala dengan harapan meningkatnya kualitas hidup. Pada
penderita yang berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan awal didapatkan
kemungkinan sedang atau tinggi untuk menderita suatu PJK perlu dilakukan test
secara non invasif maupun invasive untuk memastikan diagnosa serta menentukan
stratifikasi resiko. Penderita APS dengan resiko tinggi atau resiko
sedang yang kurang berhasil
dengan terapi standart, perlu dilakukan tindakan revaskularisasi, terutama bila
penderita memang menghendaki.
Jantung merupakan organ vital bagi tubuh yang
terletak dalam ruang mediastinum rongga dada, yaitu diantara paru. Organ ini
memiliki empat ruang yaitu atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri, dan
ventrikel kiri. Secara fungsional jantung dibagi menjadi pompa sisi kanan dan
kiri, yang memompa darah vena ke sirkulasi paru, dan darah bersih ke peredaran
sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi urutan darah secara
anatomi, yaitu mulai dari vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteria
pulmonaris, paru, vena pulmonaris, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria,
arteriola, kapiler, venula, vena, dan vena kava(1).
Jantung
terdiri dari tiga lapis, yaitu lapisan luar (perikadium), lapisan tengah
(miokardium), dan lapisan paling dalam yang disebut endokardium. Masing-masing
lapisan jatung ini dapat berkontraksi, kontraksi miokardium yang berirama dan
sinkron menyebabkan darah dipompa masuk kedalam sirkulasi sistemik. Volume
darah yang dipompa oleh tiap ventrikel per menit disebut curah jantung. Curah
jantung rata-rata adalah 5L/menit. Curah jantung sendiri bergantung pada
hubungan antara frekuensi jantung dan curah sekuncup. Curah sekuncup merupakan
volume darah yang dipompa oleh ventrikel per detik. Curah sekuncup sendiri
dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu : Preload (beban awal), afterload (beban akhir)
dan kontraktilitas jantung). Pada jantung normal peningkatan preload akan
meningkatkan curah sekuncup, sehingga akan menyebabkan terjadi perlambatan
frekuensi jantung dan curah jantung dapat dipertahankan stabil(1).
Setiap
siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling
terkait. Gelombang ransangan listrik tersebar dari nodus SA melalui sistem
konduksi menuju miokardium untuk merangsang kontraksi otot, yang disebut
depolarisasi, dan diikuti pemulihan listrik kembali yang disebut repolarisasi.
Potensial aksi yang terjadi pada sel kontraktil otot jantung memperlihatkan
sebuah fase yang khas, dimana terdapat fase datar (plateu). Pada saat membran
mengalami eksitasi, terjadi perubahan gradien membran secara cepat akibat
masuknya Na+. Membran pun mengalami potensial aksi. Segera setelah
potensial aksi dicapai, permeabilitas membran terhadap Na+
berkurang. Namun uniknya, membran potensial dipertahankan selama beberapa ratus
milidetik sehingga menghasilkan fase datar (plateu) potensial aksi. Perubahan
voltase yang mendadak selama fase naik menuju potensial aksi menimbulkan 2
perubahan yang turut serta mempertahankan fase datar tersebut, yaitu
pengaktifan slow L-type Ca2+ channel dan penurunan permeabilitas K+.
Pembukaan Ca2+ channel menyebabkan influks Ca2+ yang
bermuatan positif. Penurunan aliran K+ mencegah repolarisasi cepat
membran sehingga mempertahankan fase datar. Fase turun potensial aksi yang
berlangsung cepat terjadi akibat inaktivasi Ca2+ channel dan
peningkatan permeabilitas K+. Selama potensial aksi sel miokardium
berlangsung, sejumlah besar ion Ca akan berdifusi dari ekstrasel ke sitosol.
Peran Ca2+ di sitosol adalah untuk berikatan dengan kompleks
troponin-tropomiosin sehingga memungkinkan terjadinya kontraksi.
Tanda
utama penyakit jantung iskemi adalah angina pektoris, yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan hubungan antara pasokan dan kebutuhan oksigen miokardial, dan
dapat pula disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan oksigen miokardial
(bergantung pada frekuensi jantung, tegangan dinding ventrikel dan daya
kontraksi ventrikel), oleh penurunan pasokan oksigen miokardial (terutama
bergantung pada aliran darah koroner, tetapi terkadang diubah oleh kemampuan
darah mengangkut oksigen), atau terkadang oleh keduanya(2).
Lokasi nyeri angina
Dikutip dari Webitou.com
|
Angina pektoris ditandai dengan rasa tidak nyaman dibagian tertentu, yaitu di dada, rahang, bahu, punggung atau lengan. Serangan angina dapat terjadi karena melakukan kegiatan fisik yang berat seperti berolahraga, menaiki tangga, atau karena stress dan emosi. Namun kadangkala serangan angina datang secara tiba-tiba tanpa didahului kegiatan fisik. Jika gejalanya hanya ringan mungkin bisa dihilangkan dengan beristirahat sebentar, tapi pengobatan diperlukan bila rasa sakitnya tak tertahankan lagi. Obat yang biasanya digunakan untuk meredakan keadaan angina pectoris adalah nitrogliserin (NTG).
Penyakit ini dapat terjadi dalam pola yang stabil selama bertahun-tahun atau dapat menjadi tidak stabil. Pada angina stabil yang tipikal, substrat patologisnya biasanya berupa penyempitan aterosklerosis yang menetap pada arteri koroner epikardium, selama beraktivitas, stress emosi, dan lain-lain, memperberat peningkatan konsumsi oksigen miokardial. Sedangkan untuk pasien angina tidak stabil disebabkan karena adanya pecahnya plak aterosklerosis yang disertai adhesi atau agregasi platelet, dan menurunkan aliran darah koroner.
Jenis-Jenis Angina Pectoris
Berdasarkan kuantitas dan intensitasnya angina pectoris terbagi menjadi :
1. Angina Pektoris Stabil Nyeri dada yang awalnya agak berat berangsur-angsur turun kuantitas dan intensitasnya dengan atau tanpa pengobatan, berkurang pada saat istirahat kemudian menetap pada aktivitas yang lebih berat dari sehari-hari, dan dapat menjadi asimtomatik. Angina tidak berubah dalam waktu 6 bulan. Disebabkan karena kebutuhan metabolik otot jantung dan energi yang tidak dapat dipenuhi karena terdapat stenosis yang menetap pada arteri koroner yang disebabkan oleh proses aterosklerosis. Keluhan nyeri dada akan timbul bila melakukan suatu pekerjaan.
Beberapa pencetusnya seperti:
Penyakit ini dapat terjadi dalam pola yang stabil selama bertahun-tahun atau dapat menjadi tidak stabil. Pada angina stabil yang tipikal, substrat patologisnya biasanya berupa penyempitan aterosklerosis yang menetap pada arteri koroner epikardium, selama beraktivitas, stress emosi, dan lain-lain, memperberat peningkatan konsumsi oksigen miokardial. Sedangkan untuk pasien angina tidak stabil disebabkan karena adanya pecahnya plak aterosklerosis yang disertai adhesi atau agregasi platelet, dan menurunkan aliran darah koroner.
Jenis-Jenis Angina Pectoris
Berdasarkan kuantitas dan intensitasnya angina pectoris terbagi menjadi :
1. Angina Pektoris Stabil Nyeri dada yang awalnya agak berat berangsur-angsur turun kuantitas dan intensitasnya dengan atau tanpa pengobatan, berkurang pada saat istirahat kemudian menetap pada aktivitas yang lebih berat dari sehari-hari, dan dapat menjadi asimtomatik. Angina tidak berubah dalam waktu 6 bulan. Disebabkan karena kebutuhan metabolik otot jantung dan energi yang tidak dapat dipenuhi karena terdapat stenosis yang menetap pada arteri koroner yang disebabkan oleh proses aterosklerosis. Keluhan nyeri dada akan timbul bila melakukan suatu pekerjaan.
Beberapa pencetusnya seperti:
- Selalu timbul sesudah kegiatan berat
- Timbul sesudah melakukan kegiatan sedang ( jalan cepat 1/2 km)
- Timbul sesudah melakukan kegiatan ringan (jalan 100 m)
- Jika melakukan aktivitas yang ringan (jalan biasa)
- Angina Nokturnal : Nyeri terjadi saat malam hari, biasanya saat tidur, dapat dikurangi dengan duduk tegak. Biasanya akibat gagal ventrikel kiri.
- Angina Dekubitus : Angina saat berbaring
- Iskemia tersamar : Terdapat bukti obyektif ischemia (seperti tes pada stress tetapi pasien tidak menunjukkan gejala)
2.
Angina
Pektoris Tidak Stabil
Nyeri dada biasanya lebih berat dan lebih lama, mungkin
timbul pada waktu istirahat atau aktivitas yang minimal, biasanya disertai
dengan keluhan sesak napas, mual, muntah, keringat dingin.
Frekwensi, intensitas, dan
durasi serangan angina meningkat secara progresif. Rasa
sakit di dada dapat berlangsung selama 10 atau 15 menit dan tidak
berkurang dengan istirahat atau
obat-obatan. Unstable angina tidak mengikuti pola tertentu seperti stable
angina dan dapat menjadi indikasi serangan jantung dalam waktu dekat. Disebabkan primer oleh kontraksi otot poles pembuluh
koroner sehinggga mengakibatkan iskeia miokard. Patogenesis spasme tersebut
hingga kini belum dapat diketahui, kemungkinan tonus alphaadrenergik yang
berlebihan. Manifase pembuluh koroner yang paling sering adalah variant
(prinzmental).
Angina jenis ini dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
- Angina yang baru terjadi (dalam 1 bulan)
- Crescendo Angina (meningkatnya frekuensi atau keparahan dalam beberapa hari atau minggu)
- Insufisiensi koroner akut (nyeri angina yang menetap pada saat istirahat tanpa adanya infark miokardium)
- Angina Refrakter atau intraktabel, angina yang sangat berat sampai tidak tertahan
3. Varian angina (Angina Prinzmetal)
Nyeri angina yang bersifat spontan disertai elevasi segmen ST pada EKG, di duga disebabkan oleh spasme arteri koroner. Variant angina dapat diatasi dengan minum obat yang sesuai. Angina ini terjadi biasanya antara tengah malam dan pagi hari. Disebabkan oleh vasospasma . Vasospasma merupakan kekejangan yang disebabkan oleh penyempitan arteri koronari dan berkurangnya aliran darah ke jantung. Angina jenis ini jarang terjadi.
Variant angina atau Prinzmetal’s angina pertama kali dikemukakan pada tahun 1959 digambarkan sebagai suatu sindroma nyeri dada sebagai akibat iskemia miokard yang hampir selalu terjadi saat istirahat. Hampir tidak pernah dipresipitasi oleh stress / emosi dan pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya elevasi segmen ST.
Mekanisme iskemia pada Prinzmetal’s angina terbukti disebabkan karena terjadinya spasme arteri koroner. Kejadiannya tidak didahului oleh meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Hal ini dapat terjadi pada arteri koroner yang mengalami stenosis ataupun normal. Proses spasme biasanya bersifat lokal hanya melibatkan satu arteri koroner dan sering terjadi pada daerah arteri koroner yang mengalami stenosis.
Penderita dengan Prinzmetal’s angina biasanya terjadi pada penderita lebih muda dibandingkan dengan angina stabil ataupn angina tdiak stabil. Seringkali juga tidak didapatkan adanya faktor risiko yang klasik kecuali perokok berat. Serangan nyeri biasanya terjadi antara tengah malam sampai jam 8 pagi dan rasa nyeri sangat hebat. Pemeriksaan fisik jantung biasanya tidak menunjukkan kelainan.
Pemeriksaan elektrokardiografi menunjukkan adanya elevasi segmen ST (kunci diagnosis). Pada beberapa penderita bisa didahului depresi segmen ST sebelum akhirnya terjadi elevasi. Kadang juga didapatkan perubahan gelombang T yaitu gelombang T alternan, dan tidak jarang disertai dengan aritmia jantung.
Epidemiologi
Angina Pektoris
Penyakit
kardiovaskular adalah penyebab utama kematian di Amerika Serikat dan sekitar
setengah dari penyakit kardiovaskular yang sering terjadi adalah penyakit
jantung koroner. Angina pectoris merupakan tanda klinis pertama pada sekitar
50% pasien yang mengalami penyakit jantung koroner.(Kimble) Angina pectoris dilaporkan terjadi dengan
rata – rata kejadian 1,5% tergantung pada jenis kelamin, umur, pasien dan
faktor resiko. Data dari studi Framingharm pada tahun 1970 dengan studi Kohort
diikuti selama 10 tahun menunjukkan prevalensi sekitar 1.5% untuk wanita dan
4.3% untuk pria berusia 50 – 59 tahun. American Heart Association memperkirakan
prevalensi angina pectoris mencapai 6,4juta di tahun 1998. Resiko perkembangan
IHD tidak sama di deluruh dunia. Negara seperti Jepang dan Prancis memiliki
perkembangan yang rendah, sedangkan Finlandia, Irlandia, Skotlandia dan Afrika
Selatan rata – rata memiliki perkembangan IHD yang tinggi(3).
Etiologi
Angina Pektoris
Angina pektoris biasanya berkaitan
dengan penyakit jantung koroner
aterosklerotik, tapi dalam beberapa kasus dapat merupakan kelanjutan dari stenosis aorta berat, insufisiensi
atau hipertrofi kardiomiopati tanpa atau disertai obstruksi, aortitis sifilitika,
peningkatan kebutuhan metabolik (seperti hipertiroidisme atau pascapengobatan tiroid), anemia yang jelas, takikardi
paroksismal dengan frekuensi ventrikular cepat, emboli, atau spasme koroner.
Penyakit jantung iskemik merupakan
masalah jantung serius yang paling lazim terjadi di banyak masyarakat Barat.
Sejauh ini yang paling sering menyebabkan angina adalah obstruksi ateromatus
pembuluh – pembuluh darah koroner besar
( angina aterosklerotik, angina klasik). Walaupun demikian spasme sesaat dari
pembuluh darah setempat yang biasanya dikaitkan dengan terbentuknya ateroma
yang mendasarinya, dapat pula menyebabkan iskemia miokardium yang bermakna
serta kemudian menimbulkan nyeri (angiospastik atau angina varian). Penyebab
utama angina pectoris adalah suatu ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen
jantung dengan jumlah oksigen yang dipasok ke jantung melalui pembuluh darah
koroner. Pada angina klasik, ketidakseimbangan terjadi ketika kebutuhan oksigen
miokardium meningkat, seperti dalam latihan, sedang aliran darah koroner tidak
ikut meningkat secara proporsional. Iskemia yang terjadi biasanya menyebabkan
rasa nyeri. Oleh karena itu angina klasik merupakan “angina pada saat melakukan
suatu usaha/aktivitas” (angina of effort). Pada angina varian pengiriman
oksigen menurun sebagai akibat dari vasospasme koroner yang reversible(4).
Faktor
Predisposisi
Faktor yang dapat diubah atau dimodifikasi yaitu:
- Diet (hiperlipidemia)
- Rokok
- Hipertensi
- Stress
- Obesitas
- Kurang aktifitas
- Diabetes Mellitus
- Pemakaian kontrasepsi oral
Faktor yang tidak dapat diubah, yaitu:
- Usia
- Jenis Kelamin
- Ras
- Herediter
Faktor Pencetus Serangan Angina
Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain
:
- Stress atau berbagai emosi amarah akibat situasi yang menegangkan, mengakibatkan frekuensi jantung meningkat, akibat pelepasan adrenalin dan meningkatnya tekanan darah, dengan demikian beban kerja jantung juga meningkat.
- Kerja fisik terlalu berat dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan kebutuhan oksigen jantung
- Makan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke daerah mesentrik untuk pencernaan, sehingga menurunkan ketersediaan darah untuk suplai jantung. (pada jantung yang sudah sangat parah, pintasan darah untuk pencernaan membuat nyeri angina semakin buruk).
- Pajanan terhadap dingin dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah, disertai peningkatan kebutuhan oksigen. (Smeltzer dan Bare, 2002 : 779).
Untuk lebih
dapat memahami angina pektoris ada baiknya kembali kita mengulas mengenai
aterosklerosis
Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah penyakit pada dinding arteri yang
besar maupun yang kecil, akibat adanya disfungsi endotel, inflamasi vascular,
menumpuknya lipid, dan kolesterol pada dinding intima pembuluh darah.
Menumpuknya lipid dan kolesterol dapat membuat formasi plak, remodeling
vascular, aliran darah abnormal, kurangnya penyaluran oksigen ke target organ.
Patogenesis Aterosklerosis
- Tahap 1 : Endotel menarik lebih banyak sel polimorfonuklear dan monosit ke dalam ruang subendotel (intima dinding pembuluh darah).
- Tahap 2 : Makrofag bekerja sebagai sel scavenger dan mulai mengambil LDL oksidasi dalam jumlah banyak. Selama proses berlanjut, makrofag akhirnya berubah menjadi sel busa (Foam Cells).
- Tahap 3 : Hasil dari akumulasi oleh banyaknya serum lipoprotein pada dinding intima pembuluh darah disebut Fatty Streak.
- Tahap 4 : Sel otot polos bertanggung jawab pada endapan matriks ekstraseluler jaringan ikat, lipid ekstraseluler dan sisa jaringan nekrotik. Sehingga limfosit dan kolagen menyisip ke otot pembuluh darah untuk menghalangi terjadinya negative remodeling dari sel otot polos dan membentuk Fibrous Cap.
- Tahap 5 : Lipid mengendap masuk ke dalam ruang ekstraseluler dan mulai bergabung membentuk inti lipid(Lipid core).
- Tahap 6 : Fibroblas dan sel – sel otot polos bermigrasi dan membentuk fibroatheroma dengan lipid core pada bagian dalam dan fibrous cap pada bagian luarnya.
- Tahap 7 : Rupturnya fibrous cap yang diakibatkan oleh thrombosis merupakan penyebab ACS (acute coronary syndrome). ACS bisa terjadi karena banyaknya kandungan lipid pada lipid core, tipisnya fibrous cap dan meningkatnya aktivitas leukosit pada bagian tepi plak.
Faktor Risiko Aterosklerosis
Faktor risiko terbagi dua, ada yang tradisional dan
juga non tradisional.
1. Faktor Risiko
Tradisional
Dapat dimodifikasi
a.
Dengan
gaya hidup:
- Merokok
- Obesitas
- Tidak aktif secara fisik
b.
Dengan
obat dan gaya hidup:
- Gangguan lipid
- Hipertensi
- Resistensi insulin
- Diabetes mellitus
- Hiperhomosisteinemia
Tidak dapat dimodifikasi
a.
Umur
b.
Laki-laki
c.
Genetik
2. Faktor Risiko Non Tradisional
- Faktor Risiko Peradangan, Infeksi kemungkinan dapat menyebabkan atau ikut berperan pada terbentuknya aterosklerosis.
- Homosistein, Homosistein menyebabkan disfungsi endothelium.
- Defisiensi Estrogen, Tampaknya penyebab meningkatnya PJK pada wanita paska menopause.
Tempat Predisposisi
Aterosklerosis
- Arteria koronaria pada bagian proksimal, menyebabkan infark miokard dan angina pectoris.
- Arteri renalis pada bagian proksimal, menyebabkan stenosis dan menyebabkan tromboemboli.
- Arteri karotis, menyebabkan stroke dan transient serebral.
- Sirkulasi perifer, menyebabkan klaudikasio intermiten dan gangrene.
- Arteri mammaria jarang dihinggapi aterosklerosis.
Manifestasi Klinis Aterosklerosis
1.
Angina
pektoralis stabil
2.
Sindroma
koroner akut
- Angina tidak stabil dan infark miokard dengan elevasi segmen non ST = STEMI
- Infark miokard elevasi segmen ST = STEMI
- Q wave infarction yang baru terjadi
4.
Meninggal
mendadak
5.
Prinzmetal vasospastic variant angina
Patofisiologi
Angina Pektoris
Angina pektoris
biasanya terjadi ketika kebutuhan
oksigen melebihi suplai oksigen di miokardium. Kondisi patologis yang mendasari
ketidakseimbangan ini adalah adanya aterosklerosis pada satu atau lebih arteri
koroner epicardial (pembuluh konduktansi). Pada pasien
dengan angina stabil kronis, stenosis arteri koroner yang paling banyak adalah
melebihi 70%. Penurunan linear dalam aliran darah koroner terjadi jika plak
menempati lebih dari 80% lumen arteri. Pada titik ini, penurunan aliran darah
tidak sesuai dengan ukuran plak. Aliran darah yang terganggu dengan lesi
aterosklerotik mungkin dipengaruhi oleh disfungsi vasomotor menyebabkan
vasokonstriksi abnormal dan mengakibatkan berkurangnya suplai darah. Secara
fungsional, aliran darah koroner tidak ada ketika lesi menyumbat lebih dari 95%
dari lumen pembuluh darah.
Pembuluh
darah kolateral
bisa memberikan
perlindungan melawan
iskemia
miokard.
Pembuluh ini biasanya
sangat kecil
dan tidak memiliki
fungsi dalam
jantung normal.
Jika aliran darah
tersumbat, pembuluh kolateral
dapat mengembalikan
beberapa aliran
darah miokard.
Ketika
kebutuhan oksigen
miokard
meningkat
secara berlebihan,
aliran darah
kolateral biasanya
tidak mencukupi,
dan angina
atau sindrom
iskemia
miokard
lainnya
pun berkembang.
Dengan pemahaman menyeluruh dari faktor-faktor penentu suplai dan kebutuhan oksigen miokard,
maka dapat untuk lebih memahami penggunaan
obat-obatan pada sindrom anginal stabil dan tidak
stabil.
Kebutuhan dan Suplai Oksigen Miokard
Kebutuhan
oksigen jantung ditentukan oleh beban kerjanya. Faktor penentu utama pemakaian
oksigen di miokardium adalah denyut jantung, kontraktilitas, dan tekanan
dinding intramyocardial selama sistol. Tekanan dinding intramyocardial , yang
merupakan kekuatan dari jantung diperlukan untuk mengembangkan dan
mempertahankan selama kontraksi, yang dipengaruhi terutama oleh perubahan
tekanan dan volume ruang ventrikel. Pembesaran ventrikel dan peningkatan
tekanan dalam ventrikel sistolik meningkatkan kekuatan dinding dan kebutuhan
oksigen miokard. Peningkatan kontraktilitas dan denyut jantung juga menyebabkan
kebutuhan oksigen meningkat. Kontrol farmakologis dari angina sebagian
diarahkan terhadap penurunan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan denyut
jantung, kontraktilitas miokard, atau tekanan dan volume ventrikel.
Dari banyak faktor yang mempengaruhi suplai oksigen ke
jantung, aliran darah koroner dan pengeluaran oksigen adalah yang paling
penting. Pengeluaran oksigen oleh sel-sel jantung cukup tinggi (~ 70% -75%)
bahkan pada saat istirahat. Karena pengeluaran
oksigen meningkat hanya sedikit ketika jantung bekerja sangat berat,
kebutuhan oksigen yang tinggi harus dipenuhi oleh peningkatan aliran darah
koroner. Peningkatan mendadak kebutuhan oksigen menyebabkan penurunan cepat
dalam resistensi pembuluh darah koroner dan peningkatan aliran darah koroner.
Mekanisme dimana resistensi arteri koroner menurun selama peningkatan kebutuhan
tidak sepenuhnya jelas, tetapi mungkin melibatkan berbagai mediator, seperti
adenosin dan nitrat oksida (NO) dilepaskan dari miosit dan endothelium.
Kandungan oksigen dari darah arteri juga penting. Oleh karena itu, hematokrit
(Hct), hemoglobin (Hb), dan gas darah arteri (ABG) harus dipantau. Untuk memenuhi
kebutuhan oksigen miokard, kontrol farmakologis angina diarahkan dengan cara
meningkatkan suplai oksigen melalui vasodilatasi pembuluh darah koroner
epicardial.
Iskemia
Iskemia pada miokardium terjadi ketika ada
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen di miokardium.
Ketidakseimbangan ini sering disebabkan oleh penurunan aliran darah sebagai
akibat dari peningkatan denyut arteri koroner atau pembentukan trombus. Kondisi
ini dikenal sebagai supply
ischemia atau low-flow ischemia dan biasanya terjadi pada saat
sindrom koroner akut (ACS) seperti angina tidak stabil atau MI. Dalam kondisi
berbeda, iskemia bisa hasil dari peningkatan kebutuhan oksigen miokard ketika
suplainya tetap. Kondisi ini dikenal sebagai demand ischemia atau high-flow ischemia
dan biasanya ada dalam
pengaturan angina stabil kronis dimana pasien memiliki persediaan tetap pada
miokardium dan menjalani exercise.
Meskipun hal itu
berguna untuk memudahkan pemahaman tentang bagaimana iskemia miokard
berkembang, pada kenyataannya sebagian besar pasien baik angina stabil kronis
atau ACS berkembang iskemia dari peningkatan kebutuhan oksigen dan penurunan
suplai oksigen. Seperti yang telah dibahas, pada bagian arteri koroner di mana
lesi aterosklerotik telah berkembang, fungsi vasomotor dari dinding arteri
sering mengalami abnormalitas terhadap disfungsi endotel. Hal ini dapat
menyebabkan vasokonstriksi abnormal dengan
memburuknya iskemia yang berlangsung pada pasien dengan angina stabil kronis.
Dalam pengaturan ACS, aliran darah koroner sering menurun secara akut.
Vasokonstriksi koroner bisa terjadi pada sindrom koroner akut ini juga.
Intracellular Sodium and Calcium Handling
Penelitian baru-baru
ini menyoroti peran arus late sodium
current (INa) dalam pengembangan dan pemeliharaan iskemia
miokard. Kebanyakan natrium memasuki miokardium pada fase 0 dari potensial
aksi. Dibawah kondisi normal, sejumlah kecil natrium akan masuk ke dalam sel
selama 2 fase (plateau phase) dari
potensial aksi. Ketika iskemia terjadi, natrium diubah sehingga peningkatan
yang substansial terjadi di (INa) terlambat. Peningkatan natrium intraseluler memicu peningkatan masuknya kalsium
melalui cara dari penukar natrium-kalsium. Hasil dari perubahan dalam
penanganan ion intraselular adalah kalsium intraseluler yang overload. Peningkatan kalsium
intraseluler mengganggu relaksasi miokard, meningkatkan tekanan dinding
intramyocardial, menurunkan perfusi pada miokardium karena untuk meningkatkan
kebutuhan oksigen miokard. Akhirnya perubahan patologis ini mengubah penggunaan
natrium dan kalsium yang berfungsi secara terus-menerus dan memperburuk
iskemia. Proses patologis ini telah menyebabkan perkembangan baru obat anti-anginal (misalnya, ranolazine) dengan
mekanisme aksi berbeda dibandingkan dengan obat anti-anginal sebelumnya (yaitu,
nitrat, β-blocker, dan calcium channel blockers) .
Aterosklerotik
Pembuluh Darah
Meskipun memahami faktor-faktor penentu suplai dan kebutuhan
oksigen miokardium penting dalam mengobati penyakit jantung koroner, sama
pentingnya adalah memahami bagaimana plak aterosklerotik berkembang. Melalui
pemahaman ini, pilihan farmakoterapi yang rasional dapat ditentukan, dan proses
aterosklerosis dapat dihentikan atau dicegah.
Aterosklerosis ini pernah dianggap sebagai penyakit
sederhana yang melibatkan akumulasi lemak berlebihan dalam dinding arteri. Saat
ini, aterosklerosis diketahui sebagai proses
yang kompleks. Kemajuan terbaru dalam biologi vaskular menunjukkan bahwa
inflamasi memainkan peran mendasar dalam semua tahap proses aterosklerotik.
Pemeriksaan lesi aterosklerotik menunjukkan bahwa setiap plak mengandung unsur
inflamasi dan respon fibroproliferative.
Meskipun tahap awal aterosklerosis tetap spekulatif, umumnya berpikir bahwa
langkah pertama adalah akumulasi lipid (terutama low-density lipoprotein
kolesterol [LDL-C]) pada dinding pembuluh darah dan oksidasi selanjutnya
lipoprotein LDL. Ini diikuti dengan pengerahan leukosit dan akumulasi
pada dinding pembuluh. Setelah dalam dinding
arteri, leukosit dapat mengambil kolesterol teroksidasi dan menjadi makrofag
lemak (sel busa). Ketika progres lesi,
sel otot polos bermigrasi, berkembang biak, dan mengeluarkan sejumlah besar
matriks ekstraseluler (kolagen), dipromosikan dengan melepaskan beberapa
sitokin proinflamasi yang diproduksi
oleh leukosit. Hasil akhirnya adalah tingginya pembentukan plak, yang menyumbat lumen pembuluh. Proses
inflamasi tidak hanya terlibat dalam inisiasi dan perkembangan aterosklerosis,
tetapi juga secara langsung terlibat dalam komplikasi trombotik akut
aterosklerosis, seperti MI atau angina tidak stabil. Sitokin diproduksi oleh
makrofag diaktifkan menginduksi produksi enzim proteolitik, yang memecah
matriks ekstraseluler dan membuat plak lebih rentan terhadap rupture.
Faktor
risiko, seperti merokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dan obesitas,
terkait dengan proses aterosklerosis melalui kemampuan mereka untuk
menghasilkan stres oksidatif di dalam pembuluh darah tersebut. Stres oksidatif
meningkat menyebabkan penurunan progresif tingkat NO dan disfungsi endotel, memberikan substrat
untuk aterosklerosis berkembang. Selain itu, pola diet biasanya terlihat di negara-negara
barat telah dikaitkan dengan stres oksidatif yang meningkat dalam pembuluh
darah tersebut. Hal ini mungkin dapat menjelaskan hubungan antara pola diet dan
perkembangan atherosclerosis. Penelitian terbaru memberikan pemahaman yang
lebih mendalam hubungan antara obesitas dan perkembangan CAD. Jaringan adiposa,
lebih daripada hanya sebagai pembawa
penyimpanan pasif, adalah organ yang aktif secara metabolik yang mengeluarkan
sejumlah sitokin aktif yang meningkatkan inflamasi dan stres oksidatif dalam
vasculature. Tingkat adiponektin juga menurun pada obesitas, yang selanjutnya
berfungsi untuk mempromosikan perkembangan aterosklerosis . Peran gaya hidup
sehat dan pola diet keduanya lebih
penting dari pada mencegah perkembangan atau perkembangan CAD.
Meskipun
faktor risiko telah lama diakui sebagai penyebab untuk perkembangan CAD, upaya
penelitian terus berusaha untuk mengidentifikasi faktor risiko baru untuk
memperbaiki penilaian risiko untuk perkembangan CAD. Faktor risiko baru ini
meliputi protein C-reaktif, homosistein, fibrinogen, dan lipoprotein (a), dan
lainnya. Dalam penelitian internasional case-control yang besar, sembilan faktor risiko klinis
yang sangat terkait dengan perkembangan MI yang pertama dan menyumbang> 90%
dari risiko untuk mengembangkan CAD (merokok, psychosocial, diabetes,
hipertensi,dll). Yang penting hasilnya konsisten di seluruh jenis kelamin,
wilayah geografis, dan kelompok etnis, menunjukkan strategi untuk mengurangi
timbulnya CAD dapat diterapkan secara universal.
Agregasi Platelet dan Pembentukan Trombus
Meskipun
plak
pecah (ruptur) dan
pembentukan
lapisan trombus
biasanya
dipertimbangkan dalam
patofisiologi
ACS,
aktivasi
platelet dan
pembentukan trombus
juga
merupakan bagian integral dari
proses
aterosklerotik
kronis.
Kemajuan dalam
biologi vascular telah menunjukkan bahwa trombosit bisa menjadi
sumber mediator inflamasi. Untuk merespon kerusakan dinding pembuluh arteri (misalnya, lesi aterosklerosis), agregat platelet dan melepaskan isi granular. Aktivitas ini meningkatkan agregasi platelet, vasokonstriksi (obstruksi dinamis), dan
dalam banyak kasus, pembentukan trombus. Meskipun aterosklerosis koroner adalah mekanisme yang untuk sebagian besar pasien dengan sindrom anginal, faktor trombotik sering memainkan peran kunci dalam patogenesis iskemia miokard. Aliran darah turbulensi dan stasis dapat menyebabkan agregasi trombosit intermiten atau
trombosis arteri koroner intermiten. Dengan
demikian, agen platelet
aktif digunakan dalam pengobatan angina stabil kronis dan angina tidak stabil, pencegahan primer MI (Miokard Infark), pencegahan sekunder dari iskemia miokard dan MI akut, dan pada pasien setelah
angioplasti koroner atau bypass grafting arteri koroner (CABG).
Manifestasi Klinis
- Nyeri seperti diperas, diikat atau tertekan (biasanya tidak menusuk), terjepit, terasa panas di daerah perikardium, sternal, atau substernum dada, kemungkinan menyebar ke lengan, permukaan dalam tangan kiri, permukaan ulnar jari manis dan jari kelingking, rahang bawah, atau thoraks yang menghilang selama 2-10 menit.
- Rasa sesak, tercekik dan kualitas yang terus-menerus.
- Rasa lemah atau baal di lengan atas, pergelangan tangan dan tangan yang menyertai nyeri
- Pada angina stabil dan tidak stabil, nyeri biasanya berkurang dengan istirahat. Angina Prinzmental tidak mereda dengan istirahat tetapi biasanya menghilang selama 5 menit.
- Tercetus oleh
- Latihan fisik, dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan kebutuhan oksigen jantung
- Pajanan terhadap dingin, dapat mengakibatkan basokonstriksi dan peningkatan tekanan darah, disertai dengan peningkatan kebutuhan oksigen
- Makan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke daerah mesenterik untuk pencernaan, sehingga menurunkan ketersediaaan darah untuk suplai jantung (pada jantung yang sudah sangan parah, pintasan darah untuk pencernaan membuat nyeri angina semakin buruk)
- Stress atau berbagai emosi akibat situasi yang menegangkan, menyebabkan frekuensi jantung meningkat, akibat pelepasan adrenalin dan meningkatnya tekanan darah, dengan demikian beban kerja jantung juga meningkat.
- Tanda utama adalah depresi segmen ST pada elektrokardiogram (EKG) selama serangan.
- Pemeriksaan klinik sistem kardiovaskular dan elektrokardiogram di antara waktu serangan biasanya normal.
Diagnosis
Anamnesis
yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan
atau anmanesis peribadi.
a) Identitas
Identitas meliputi nama lengkap pasien,
umur atu tanggal lahir, jenis kelamin, namaorang tua, pendidikan, pekerjaan
suku bangsa
dan agama.
b) Keluhan
Utama ( Presenting Symptom)
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan
pasien yang membawa pasien pergi kedokter
ataupun mencari pertolongan. Dalam keluhan utama harus disertai dengan
indikator waktu, berapa lama pasien mengalami
hal tersebut.
c) Riwayat
Penyakit Sekarang
Riwayat perjalanan penyakit merupakan
cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien
sejak sebelum keluhan utama pasien datang berobat. Riwayat perjalana penyakit
disusun yang baik dan sesuai dengan apa yan diceritakan oleh pasien. Dalam melakukan anamnesis, (1) waktu dan
lama keluhan berlangsung (2) sifat
dan berat beratnya serangan (3)
Lokalisasi dan penyebarannya, menjalar atau berpindah-pindah (4) Hubungannya
dengan waktu misalnya pagi lebih sakit atau siang atau sore, (5) hubungan
dengan aktivitas, (6) Keluhan-keluhan yang menyertai serangan (7) Apakah
keluhan baru pertama kali atau berulang kali (8) faktor risiko dan pencetus
serangan.
d) Riwayat
penyakit dahulu
Bertujuan untuk mengtahui
kemungkina-kemungkinan adanya hubungan yang pernah diderita dengan penyakit
sekarang. Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, menderita
penyakit yang berat dan menjalani operasi tertentu, riwayat alergi obat dan
makanan, lama perawatan, apakah sembuh sempurna atau tidak.
e) Riwayat
peribadi
Riwayat peribadi meliputi data-data sosial,
ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Perlu ditanya pula apakah pasien mengalami
kesulitan dalam kehidupan hariannya seperti masalah keuangan, perkerjaan dan
sebagainya. Kebiasaan yang ditanya adalah kebiasaan merokok, minum alkohol
termasuk penyalahgunaan obat yang terlarang (narkoba). Pasien yang sering
melakukan perjalanana juga harus ditanyakan tujuan perjalanan yang telah
dilakukan untuk mencari kemungkinan tertular penyakit infeksi tertentu di
tempat perjalananya. Bila ada indikasi riwayat perkawinan dan kebiasaan
seksual juga harus ditanyakan.
Diagnosa pada angina sering kali berdasarkan adanya keluhan sakit dada yang mempunyai
ciri khas sebagai berikut : - letaknya, seringkali pasien merasakan adanya
sakit dada di daerah sternum atau dibawah sternum, atau dada sebelah
kiri dan kadang-kadang menjalar ke lengan kiri
kadang-kadang dapat menjalar ke punggung, rahang, leher,atau ke lengan kanan. - Kualitas sakit dada pada angina biasanya timbul pada waktu melakukan aktivitas. Sakit
dada tersebut segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya.
Serangan angina dapat timbul pada waktu tidur malam. Lamanya serangan sakit dada biasanya
berlangsung 1 – 5 menit, walaupun perasaan tidak
enak di dada masih dapat terasa setelah sakit dada hilang. Bila sakit dada berlangsung
lebih dari 20 menit , mungkin pasien mendapat serangan infark miokard akut dan bukan disebabkan
angina pectoris biasa. Dengan anamnese yang baik dan teliti sudah dapat
disimpulkan mengenai tinggi rendahnya kemungkinan penderita tersebut menderita
angina pectoris stabil atau kemungkinan suatu angina pectoris tidak stabil. Ada
5 hal yang perlu digali dari anamnese mengenai angina pectoris yaitu : Lokasinya, kualitasnya, lamanya, factor
pencetus, factor yang bisa meredakan nyeri dada tersebut. Beratnya nyeri pada angina pectoris dapat
dinyatakan dengan menggunakan skala dari
Canadian Cardiovaskuler Society, seperti pada table di bawa ini :
CLASS
|
DESCRIPTION
|
I
|
Ordinary physical
activity, such as walking and climbing stairs, does not cause angina.
Angina result from strenues or rapid or prolonge exertion at work.
|
II
|
Slight
limitation of ordinary activity. Walking or climbing stairs rapidly, walkinguphill, walking or
stair climbing after meals, in cold, in wind, or when under emotionalstress, or only during the few hour after
awakening. Walking more than 2 blocks onthe level and climbing
more than 1 flight of ordinary stairs at a normal pace and under normal
conditions.
|
III
|
Marked limitations of
ordinary physical activity. Walking 1 to 2 block on the
level andclimbing more than 1 flight under
normal conditions.
|
IV
|
Inability to carry on
any physical activity without discomfort-angina syndrome may bepresent at
rest
|
Setelah semua deskriptif nyeri dada tersebut didapat, pemeriksa membuat kesimpulan dari gabungan berbagai komponen tersebut. Kesimpulan yang didapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu angina yang tipikal, angina yang atipikal atau nyeri dada bukan karena jantung. Angina termasuk tipikal bila : rasa tidak enak atau nyeri dirasakan dibelakang sternum dengan kualitas dan lamanya yang khas, dipicu oleh aktivitas atau stress emosional, mereda bila istirahat atau diberi nitrogliserin. Angina dikatakan atipikal bila hanya memenuhi 2 dari 3 kriteria diatas. Nyeri dada dikatakan bukan berasal dari jantung bila tidak memenuhi atau hanya memenuhi 1 dari tiga kriteria tersebut.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya normal pada penderita angina pectoris. Tetapi pemeriksaan fisik yang dilakukan saat serangan angina dapat memberikan informasi tambahan yang berguna. Adanya gallop, mur-mur regurgitasi mitral, split S2 atau ronkhi basah basal yang kemudian menghilang bila nyerinya mereda dapat menguatkan diagnosa PJK. Hal-hal lain yang bisa didapat dari pemeriksaan fisik adalah tanda-tanda adanya faktor resiko, misalnya tekanan darah tinggi.
Pemeriksaan Penunjang
· Elektrokardiogram (EKG)
Gambaran
EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan angina sering
masih normal. Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa pasien
pernah mendapat infark miokard di masa lampau. Kadang-kadang menunjukkan
pembesaran ventrikel kiri pada pasien hipertensi dan angina, dapat pula
menunjukkan perubahan segmen ST dan
gelombang T yang tidak
khas. Pada saat serangan angina, EKG akan
menunjukkan depresi segmen ST dan
gelombang T dapat menjadi
negatif.
· Foto rontgen dada
Foto rontgen dada sering
menunjukkan bentuk jantung yang normal. Pada pasien hipertensi dapat terlihat
jantung membesar dan kadang-kadang tampak adanya kalsifikasi arkus aorta.
· Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium tidak begitu penting dalam diagnosis angina pektoris. Walaupun
demikian untuk menyingkirkan diagnosis infark jantung akut sering dilakukan
pemeriksaan enzim CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan
meningkat kadarnya pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya
masih normal. Pemeriksaan lipid darah seperti kolesterol, HDL, LDL,
trigliserida dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk mencari faktor
risiko seperti hiperlipidemia dan/atau diabetes melitus.
Pemeriksaan jantung secara spesifik bisa
non-invasif atau invasif dan mungkin digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis
iskemia pada pasien yang diduga mengalami angina stabil, untuk mengidentifikasi
kondisi terkait faktor pencetus, untuk stratifikasi risiko, dan untuk
mengevaluasi efektivitas pengobatan. Beberapa pemeriksaan tersebut seharusnya
dilakukan secara rutin pada semua pasien. Dalam prakteknya, pemeriksaan
diagnostik dan prognostik dilakukan bersama-sama, bukan terpisah, dan banyak
dari investigasi yang digunakan untuk diagnosis juga menawarkan informasi
prognostik(7).
Berikut ini adalah klasifikasi Angina Pectoris menurut Canadian
Cardiovascular Society Classification System:
Kelas I : Pada aktivitas fisik
biasa tidak mencetuskan angina. Angina akan muncul ketika melakukan peningkatan
aktivitas fisik (berjalan cepat, olahraga dalam waktu yang lama).
Kelas II : Adanya pembatasan
aktivitas sedikit / aktivitas sehari-hari (naik tangga dengan cepat, jalan
naik, jalan setelah makan, stres, dingin).
Kelas III : Benar-benar ada
pembatasan aktivitas fisik karena sudah timbul gejala angina ketika pasien baru
berjalan 1 blok atau naik tangga baru 1 tingkat.
Kelas IV : Tidak bisa melakukan
aktivitas sehari-sehari, tidak nyaman, untuk melakukan aktivitas sedikit saja
bisa kambuh, bahkan waktu istirahat juga bisa terjadi angina(3).
Tes diagnosis yang dapat dilakukan diantaranya
yaitu:
- Gambaran elektrokardiogram saat istirahat (EKG) diikuti dengan latihan tes toleransi biasanya tes pertama dilakukan untuk pasien yang stabil.
- Foto x-ray dada seharusnya dilakukan jika pasien memiliki gejala gagal jantung.
- Menggunakan radioisotop untuk mendeteksi iskemik miokardium dan mengukur fungsi ventrikel. thalium 201: tampak area iskemik sebagai area pengambilan thalium yang menurun.
- Echocardiography juga dapat digunakan untuk menilai gerak dinding ventrikel saat istirahat atau selama ada tekanan / stres.
- Kateterisasi jantung dan arteriografi koroner digunakan untuk menentukan anatomi arteri, merupakan satu-satunya teknik yang memungkinkan untuk melihat penyempitan pada koroner. Suatu kateter dimasukkan lewat arteri femoralis ataupun brakialis dan diteruskan ke aorta ke dalam muara arteri koronaria kanan dan kiri. Media kontras radio grafik kemudian disuntikkan dan cineroentgenogram akan memperlihatkan kontur arteri serta daerah penyempitan. Kateter ini kemudian didorong lewat katup aorta untuk masuk ke ventrikel kiri dan disuntikkan lebih banyak media kontras untuk menentukan bentuk, ukuran, dan fungsi ventrikel kiri. Bila ada stenosis aorta, maka derajat keparahannya akan dapat dinilai, demikian juga kita dapat mengetahui penyakit arteri koroner lain. Arteri koroner bypass grafting (CABG), atau prosedur revaskularisasi lainnya(3) juga dapat digunakan untuk fungsi diagnostik.
- Multigated imaging (MUGA) : mengevaluasi penampilan ventrikel.
- Injeksi ergonovine (Ergotrate) : pasien yang mengalami angina saat istirahat menunjukkan hiperspastik pembuluh coroner.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding angina pectoris
atau nyeri dada ada yang bersifat cardiac dan non cardiac, diantaranya:
- Non cardiac : Muskuloskeletal pain, kostokondritis, oesofagitis, gastritis, pleuritis, emboli paru.
- Cardiac : Infark Miokard.
- Cardiac Non Aterosklerosis : Perikarditis, hipertrofi ventrikel kiri, stenosis aorta, anemia berat/ hipoksia, emboli/ spasme.
Komplikasi
Komplikasi utama dari angina (stable) adalah unstable angina, infark miokard, aritmia, dan sudden
death.
Penatalaksanaan
Terapi Farmakologi
Tujuan terapi jangka
pendek untuk penyakit jantung iskemik adalah untuk mengurangi atau mencegah
gejala angina yang membatasi exersice
dan mengganggu kualitas hidup. Tujuan jangka panjang terapi adalah mencegah
kejadian CHD (Coronary Heart Diseases)
seperti infark miokard, aritmia, dan gagal jantung dan untuk memperpanjang
kualitas hidup pasien(3).
Langkah pertama dalam
pengobatan angina stabil kronis atau CAD (Coronary
Artery Disease), maka harus ada modifikasi setiap faktor risiko dan adanya
penerapan hidup sehat (1,2) serta digunakan terapi dengan 3 golongan
utama yaitu nitrat, β-blocker, calsium channel blocker, dan ranolazine(3)
1. Nitrat
Nitrat menjadi pilhan pertama dalam
mengelola serangan akut pada pasien angina stabil kronis jika serangan tersebut
jarang terjadi (yaitu hanya beberapa kali per bulan) atau untuk profilaksis
gejala ketika melakukan kegiatan(3).
Nitrat efektif digunakan untuk
semua kelas angina karena dapat mengurangi aliran balik vena ke jantung
sehingga mengurangi beban kerja jantung. Nitrat dapat memvasodilatasi koroner.
Nitrat pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Untuk mencegah efek yang
merugikan akibat penggunaan jangka panjang, maka harus ada interval bebas
nitrat 10 sampai 12 jam. Oleh karena itu, nitrat harus dikombinasikan dengan
β-blocker atau CCB (misalnya verapamil, diltiazem) (5).
Nitrat
menghasilkan vasodilatasi dengan 2 mekanisme, yaitu : menstimulasi produksi monofosfat
siklik guanosin (cGMP) dan penghambatan sintetase tromboksan. Nitrat organik
diubah menjadi NO. Oksida nitrat identik dengan EDRF, senuah vasodilator
endogen. Nitrat oksida bereaksi dengan kelompok sulfhidril pada otot polos
vaskular untuk menghasilkan S-nitrosothiol. Yang kemudian mengaktifkan adenilat
guanilat dan meningkatkan konsentrasi cGMP intraselular. Yang mana cGMP
mengatur jumlah kalsium otot polos vaskuler yang dapat menyebabkan kontraksi
otot dengan mengikat kalmodulin dan fosforilasi rantai miosin(5).
2. β-blocker
Terapi profilaksis untuk pasien
dengan episode angina perhari lebih dari sekali dapat digunakan agen β-blocker(3).
Bahkan β-blocker dapat mengurangi keparahan dan frekuensi serangan angina
axertional serta dapat meningkatkan keberlangsungan hidup pasien pada pasien
yang telah infark miokard. Sebaliknya, agen ini tidak dapat digunakan untuk
angina vasospastic (angina varian) (2). Rokok mampu mengurangi
efektivitas dari antiangina. Hal ini mungkin akibat dari peningkatan
metabolesme hepatik obat atau adanya keterkaitan efek merokok dengan MVO2 dan
oksigenasi(3).
Kebanyakan
β-blocker memiliki efektivitas yang sama dalam pengobatan angina exertional.
Timolol, metoprolol, atenolol, dan propranolol telah terbukti memberikan efek
kardioprotektif(5). β-blocker dengan waktu paruh yang lama
(misalnya, nadolol) lebih cenderung mempengaruhi produk ganda untuk jangka
waktu yang lebih lama dan dosis yang lebih sedikit perhari(3).
Efektivitas β-blocker dalam pengobatan angina exertional disebabkan adanya
penurunan oksigen miokard saat istirahat dan selama eksersi, meskipun ada juga
kecendrungan aliran darah meningkat ke arah daerah iskemik. Penurunan kebutuhan
oksigen dikarenakan efek kronotropik negatif (terutama saat berolahraga), efek
inotropik negatif, dan penurunan tekanan darah arteri (terutama tekana
sistolik) selama latihan(2).
Pemilihan
β-blocker pada angina berdasar pada pemilihan dosis yang tepat untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dan memilih antiangina yang dapat ditoleransi
dengan baik oleh pasien dan biaya(3).
3. Calsium
Channel Blocker
CCB (Calcium Channel Blocker) memiliki keuntungan potensial dengan
meningkatkan aliran darah koroner melalui vasodilatasi arteri koroner serta
penurunan MVO2 dan dapat digunakan sebagai pengganti β-blocker untuk terapi
profilaksis kronis, namun pada angina stabil kronis, uji coba komparatif antara
long-acting CCB dengan β-blocker menunjukkan respon yang signifikan. Penggunaan
CCB dapat digunakan pada banyak pasien yang kontraindikasi pada penggunaan
β-blocker(2).
CCB
merupakan senyawa yang sangat beragam dalam struktur kimia serta memiliki
spesifisitas untuk jaringan jantung dan perifer. Berdasarkan karakteristik
tersebut, maka CCB dapat diklasifikasikan dalam bebrapa jenis utama(5).
Calcium Channel Blockers in Anginal Syndromes
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Diltiazem dan verapamil memberi
efek kualitatif yang serupa pada jaringan miokard dan perifer. Kedua obat ini
memperlambat konduksi dan memperlama periode refraktori pada nodus AV. Kedua
agen ini dapat menekan kontraktilitas miokard dan harus digunakan dengan
disfungsi LV (gagal jantung). Agen ini merupakan vasodilator perifer sedang dan
vasodilator arteri koroner(5).
Nifedipin
merupakan senyawa prototipe dari derivatif dihidropiridin. Meskipun amlodipin,
felodipin, isradipin dan nicardipin adalah generasi kedua dihidropiridin, hanya
nicardipin dan amlodipin saat ini disepakati untuk pengobatan kronis angina
pektoris stabil. Selain itu, amlodipin diindikasikan untuk angina vasospastic.
Berbeda dengan diltiazem dan verapamil, golongan dihidropiridin tidak memperlambat
konduksi jantung dan karenanya harus ada antiaritmia(5).
Terapi
Non Farmakologi
Keputusan untuk
melakukan PCI atau CABG untuk revaskularisasi adalah berdasarkan luasnya
penyakit koroner (jumlah pembuluh darah/jumlah stenosis) dan fungsi ventrikel.
Jika terjadi nyeri dada iskemik berkepanjangan dan perubahan EKG yang tidak
hilang dengan terapi nitrat atau CCB,mungkin dianggap adanya oklusi total
pembuluh darah maka harus diambil langkah memulihkan aliran darah dengan baik
PCI atau CABG(3). Coronary artery bypass graft (CABG) merupakan
indikasi pada angina yang sulit dikendalikan, terutama pada obstruksi cabang
utama koroner kiri .
Percutaneous
Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri coroner dapat
menurunkan serangan angina klasik. Dengan PTCA, lesi ateroskerotik berdilatasi
dengan bantuan kateter yang dimasukkan menembus kulit ke dalam arteri femoralis
atau brakialis dan didorong ke jantung. Setelah berada di pembuluh darah yang
sakit, balon di dalam kateter digembungkan. Hal ini akan memecah plak dan
meregangkan arteri
Pengawasan
dan evaluasi
Untuk menilai hasil
pengobatan IHD dan angina dapat dilihat dari adanya perbaikan gejala angina,
kinerja jantung yang membaik dan perbaikan faktor risiko. Penilaian obyektif
diperoleh melalui peningkatan durasi latihan pada ETT dan tidak adanya
perubahan iskemik pada EKG atau merusak
perubahan hemodinamik.
1.
Pengobatan terhadap serangan akut,
berupa nitrogloserin sublingual ½ -1 tablet yang merupakan obat pilihan yang
bekerja sekitar 1-2 menit dan dapat diulang dengan interval 3-5 menit.
2.
Pencegahan serangan lanjutan:
- Long-acting nitrate, yaitu ISDN 3 x 10-40 mg oral.
- Beta blocker: propanolol, metoprolol, nadolol, atenolol, dan pindolol.
- Kalsium antagonis: verapamil, diltiazem, nifedipin, nikardipin, atau isradipin.
3.
Tindakan invasif: Percutaneus
transluminal coronary angioplasty (PTCA), laser coronary angioplasty, Coronary artery bypass
grafting (CABG).
4.
Olahraga disesuaikan.
Prognosis
- Tergantung pada luasnya penyakit, usia pada saat timbul “onset”, fungsi ventrikel dan adanya penyakit lain (diabetes atau hipertensi)
- Sering memberikan respon yang baik terhadap nitrogliserin dan obat-obatan lain
- Pembedahan dapat memperbesar kemungkinan menghilangkan gejala masa depan pada penderita tertentu.
Daftar Pustaka/Referensi
- Price, S. A., Wilson, L. M., 2002, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Proceesses, 6/E, diterjemahkan oleh Brahm. U. Pendit, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
- Brunton, L. L., Lazo, S. L., Parker., K. L., 2006, GOODMAN & GILMAN'S THE PHARMACOLOGICAL BASIS OF THERAPEUTICS, McGraw-Hill, New York.
- Talbert, R. L., 2005, 2008, Ischemic Heart Disease, In Pharmacotherapy: A Pathophysiology Approach, McGraw Hill, New York.
- Katzung, B. G., 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
- Koda-Kimble, M. A, Young, L. Y, Alldredge, B. K., Corelli, R. L., Guglielmo, B. J., Kradjan, W. A., Williams, B. R., 2009, Applied Therapeutics: The Clinical Use Of Drugs, 9th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
- Priori, S. G., Blanc, J. J., (France), Budaj., A., Camm, J., Dean, V., Deckers, J., Dickstein. K., Lekakis, J., McGregor. K., Metra. M., Morais. J., Osterspey. A., Tamargo, J., Zamorano, J. L., Guidelines on the management of stable angina pectoris, 2006, European Heart Journal doi:10.1093/eurheartj/ehl002 ESC Committee for Practice Guidelines (CPG).
- Suyodo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal : 2196-206
- Gunawan SG. Farmakologi dan terapi. Edisi ke 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Hal : 361-72
- Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta : Penerbit Buku EGC. 2009
- Olson J. Belajar mudah farmakologi. Jakarta : Penerbit Buku EGC. 2003
- Patel PR. Lecturn notes radiologi. Edisi ke 2. Jakarta : 2006
- Dinar A. Angina Pectoris. 20 Februari 2010. Diunduh dari : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08NyeriDadadanMaknaKlinisnya116.pdf/08NyeriDadadanMaknaKlinisnya116.html, 22 September 2015
- Saryono S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2001
- Kee J L. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnosis. Jakarta : EGC. 2007.
- Team Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskuler Jakarta : FKUI. 2001
- Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
- Chung, EK. 1996. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler. Jakarta: EGC.
- Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
- Underwood, J C E. 1999. Pathology Volume 1. Jakarta: EGC
- Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : FKUI
- Albar, Zuljasri. 2004. Ilmu Penyakit dalam. Edisi 3. Jakarta : FKUI
Kata Kunci Pencarian : Angina Pektoralis, Nyeri Dada, Serangan Jantung, Skripsi, Kardiologi, SKP (Satuan Kredit Profesi), Kompetensi, pdf, word, .pdf, .doc, .docx, Tesis, Desertasi, Jurnal, Karya Tulis Ilmiah, Makalah, Referat, Disertasi, Refrat, modul BBDM, Belajar Bertolak Dari Masalah, Problem Based Learning, askep, asuhan keperawatan
0 comments:
Posting Komentar