Kardiomiopati Hipertrofik

Definisi                                                       
         Seperti yang telah dibahas pada pokok bahasan sebelumnya kita telah mengetahui bahwa kardiomiopati adalah penyakit atau kelainan otot jantung. Salah satu jenis kardiomiopati adalah kardiomiopati hipertrofik (KH) atau Hypertrophic Cardiomyopathy (HCM) dikenal juga sebagai idiopathic hypertrophic subaortic stenosis atau asymmetric septal hypertrophy didefinisikan sebagai hipertrofi dari miokardium dan penipisan septum interventrikular dibandingkan dengan dinding bebas dari ventrikel kiri (asimetris septal hipertrofi) dengan ukuran ruangan ventrikel kiri yang normal atau sedikit mengecil tanpa adanya hipertensi maupun stenosis aorta. Hal ini akan menyebabkan kelainan fungsional dari otot jantung. Kardiomiopati hipertrofik adalah suatu penyakit di mana terjadi hipertrofi (penebalan) dinding ventrikular secara berlebihan sehingga aliran darah keluar dari ventrikel kiri terhambat.

    Kardiomiopati hipertrofik memiliki banyak nama lain seperti Teare's disease, Brock's disease, asymmetrical hypertrophic cardiomyopathy, hypertrophic obstructive cardio-miopathy, idiopathic hypertrophic cardiomyopathy, idiopathic hypertrophic subaortic stenosis, familial myocardial disease, namun demikian yang dipakai WHO adalah hypertrophic cardiomyopathy.
            Kardiomiopati hipertrofik adalah penyakit primer dari miokardium dimana sebagian dari miokardium mengalami hipertrofi (penebalan) tanpa alasan pasti, yang mengakibatkan gangguan fungsional dari miokardium. Keadaan ini merupakan penyebab utama dari kematian mendadak pada atlet berusia muda. Kejadian kardiomiopati hipertrofik adalah penyebab signifikan dari kematian mendadak pada kelompok umur manapun dan merupakan sebab dari gejala jantung yang sangat mengganggu aktivitas. Orang yang berusia lebih muda lebih rentan untuk terjadinya bentuk yang lebih parah dari kardiomiopati hipertrofi.
bagaimana penampakan kardiomiopati hipertrofik how hypertrophic cardiomyopathy looks like
Penampakan perbedaan kardiomiopati hipertrofik dengan jantung normal (dikutip dari wikipedia.org)

            HCM terkadang asimtomatik (tidak menunjukkan gejala) sampai terjadinya kematian jantung mendadak, sehingga dikarenakan alasan ini, beberapa pihak menyarankan pemeriksaan screening rutin pada populasi tertentu untuk mendeteksi penyakit ini.
            Pada KH (kardiomiopati hipertrofik), miosit (sel kontraktil jantung) di jantung meningkat dalam ukuran, yang mengakibatkan penebalan otot jantung. Selain itu, garis barisan otot jantung juga mengalami perubahan, fenomena ini dikenal myocardial disarray. HCM juga menyebabkan gangguan fungsi kelistrikan pada jantung. HCM paling umum disebabkan oleh mutasi pada salah satu dari sembilan gen sarcomeric yang mengakibatkan protein yang termutasi pada sarkomer, yang adalah komponen utama dari miosit (sel otot jantung). Hal ini kebanyakan adalah mutasi missense titik tunggal pada rantai berat beta-myosin heavy (MHC), myosin-binding protein C, cardiac troponinT, atau tropomyosin. Mutasi ini menyebabkan kelainan struktural miofibril dan miosit dan kemungkinan defisiensi dalam menghasilkan kekuatan.
            Walaupun beberapa  literatur sementara ini fokus pada populasi Eropa, America, dan Jepang, HCM dapt terjadi pada semua kelompok etnis. Prevalensi HCM adalah sekitar 0.2% sampai dengan 0.5% dari populasi umum.
            Kardiomiopati hipertrofik didapatkan di seluruh dunia, kejadian kurang lebih sama antara pria dan wanita, tetapi berbeda pada etnis atau ras tertentu (banyak pada orang Jepang), paling banyak pada orang muda usia 20-30 tahun, namun bervariasi dari 6 bulan sampai lebih 60 tahun. Pada populasi umum diperkirakan prevalensinya 1 : 500. Terdapat dua fitur utama dari KH yaitu (1) hipertrofi ventrikel kiri yang asimetris, seringkali terdapat pada septum interventrikular, (2) tekanan aliran ventrikel kiri yang dinamis, yang berhubungan dengan menyempitnya area subaorta sebagai konsekuensi dari midsistolik apposition dari katup mitral anterior melawan septum yang hipertrofi. Contohnya systolic anterior motion (SAM) dari katup mitral. Patofisiologis abnormalitasnya tidak pada sistolik namun pada fungsi diastolik, dengan karakteristik meningkatnya kekakuan pada otot jantung yang mengalami hipertrofi. Hal ini mengakibatkan meningkatnya tekanan pengisian diastolik. Pola hipertrofi dari KH berbeda dengan yang terlihat pada hipertrofi sekunder (misalnya hipertensi). Kebanyakan pasien mempunyai variasi pada ketebalan septum ventrikel yang tidak proporsional ketika dibandingkan dengan dinding yang bebas. Pasien lainnya mungkin memperlihatkan disproporsi dari apex atau dinding bebas ventrikel kiri, dan hanya 10% pasien yang memiliki keterlibatan konsentris dari ventrikel. Pada beberapa anak, kompresi sistolik segmen intramiokardial dari arteri koroner dapat mengakibatkan iskemia dan kematian. Kardiomiopati hipertrofik ini ditandai dengan adanya penebalan pada dinding ventrikel tanpa dilatasi, pada kebanyakan kasus ini menyebabkan gagal jantung. Penyakit ini diturunkan secara genetik (dominant autosomal) dan diduga juga disebabkan karena rangsangan katekolamin, kelainan pembuluh darah koroner kecil, kelainan yang menyebabkan iskemi miokard, serta kelainan konduksi atrioventrikuler. Ada 2 macam kardiomiopati hipertrofik yaitu : (1) hipertrofi yang simetris atau konsentris dan (2) hipertrofi septal asimetris.
Obstructif dan non-obstruktif
            Berdasarkan  pada apakah distorsi anatomi jantung menyebabkan obstruksi atau tidak dari aliran keluar darah pada ventrikel kiri, HCM dapat dibagi menjadi obstruktif atau tidak obstruktif.
  • Jenis obstruktif dari HCM, hypertrophic obstructive cardiomyopathy (HOCM) juga dikenal dengan nama idiopathic hypertrophic subaortic stenosis (IHSS) dan asymmetric septal hypertrophy (ASH).
  • Jenis non obstruktif dari HCM adalah apical hypertrophic cardiomyopathy, juga dikenal sebagai Yamaguchi Syndrome atau  Yamaguchi Hypertrophy, istilah ini pertama kali digunakan pada individu keturunan Jepang.

Epidemiologi
            Hypertrophic cardiomyopathy (HCM) dilaporkan ada pada  0.5% pasien rawat jalan yang dirujuk untuk dilakukan ekokardiografi. Prevalensi keseluruhan HCM rendah dan diperkirakan terjadi  pada 0.05-0.2% dari populasi. Bukti morfologis dari penyakit ini ditemukan oleh ekokardiografi pada sekitar 25% kerabat / saudara derajat pertama dari pasien dengan HCM. Pemeriksaan genetis masih sedang dalam tahap awal perkembangan penelitian  namun sudah dapat digunakan untuk mengidentifikasi anggota keluarga asimtomatis dengan mutasi yang sama dengan proband (index kasus).

Demografi berdasarkan jenis kelamin
            HCM sedikit lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan. Namun demikian, pola genetik yang diturunkan adalah dominan autosomal, tanpa predileksi jenis kelamin. Modifikasi faktor genetis, hormonal dan lingkungan dapat menyebabkan kemungkinan identifikasi yang lebih mengarah pada laki-laki, peningkatan simtomatologi, atau derajat obstruksi aliran keluar ventrikel kiri yang lebih besar, dengan temuan yang lebih menonjol pada pemeriksaan fisik.
            HCM biasanya terjadi pada usia lebih muda pada perempuan. Perempuan lebih cenderung simtomatis dan lebih terganggu aktivitasnya karena gejala yang ditimbulkan dibanding dengan laki-laki.

Demografi berdasarkan usia
            Secara umum, kejadian usia HCM adalah kurva bimodal. Kejadian yang paling umum adalah pada usia dekade ketiga, namun dapat terjadi pada usia berapa saja, dari bayi baru lahir, sampai usia lanjut.
            Pada kasus yang diturunkan, dapat ditemukan pada rentang usia baru lahir hingga dewasa, dengan kejadian paling umum adalah pada umur dekade kedua. Pada dewasa yang tidak diturunkan, kejadian paling umum adalah umur dekade ketiga, dengan variasi kasus terjadi antara usia dekade ketiga hingga keenam.
             

Etiologi
            Penyebab kardiomiopati hipertrofik tidak diketahui secara pasti, diduga disebabkan oleh kelainan faktor genetik, familial, rangsangan katekolamin, kelainan pembuluh darah koroner kecil, kelainan yang menyebabkan iskemi miokard, kelainan konduksi atrioventrikuler dan kelainan kolagen.
            Kemajuan bidang biomolekuler mengungkapkan adanya mutasi gen yang mengatur protein sarkomer jantung, setengah dari pasien kardiomiopati hipertrofik mempunyai riwayat keluarga positif dengan transmisi autosomal dominan. Lebih dari 150 mutasi telah diketahui dari 10 lokasi yang berbeda yang mengkode protein sarkomer. Sekitar 40% dari mutasi ini berhubungan dengan gen B dari heavy chain cardiac myosin yang berada pada kromosom 14q11, 1q3, 15q2 dan 11p13-q13, dimana mesenger RNA dapat dikenali dari limfosit perifer dari PCR, sehingga kelainan ini dapat dideteksi sebelum adanya kelainan klinis yang nyata.2,8,9 Sekitar 15% mempunyai mutasi dari gen troponin T cardiac (kromosom 11), 10 % mutasi pada myosin binding protein C, 5% mutasi pada gen alfa tropomyosin.

Kardiomiopati jenis ini ada dua kategori penebalan miokardium, yaitu:
  • Asimetrik septal kardiomiopati hipertrofik (subaortic stenosis)
  • Hipertensi atau valvular kardiomiopati hipertrofik.

Kedua jenis kardiomioapti hipertrofik ini berbeda pada etiologi, patofisiologi, dan manifestasi klinisnya.
            HCM jenis pertama yang juga dikenal sebagai “idiopatik HCM” merupakan penyakit autosomal dominan yang mengakibatkan penebalan dari dinding septum, sehingga terjadi obstruksi aliran menuju ventrikel kiri. HCM jenis ini disebabkan oleh mutasi protein kontraktil dari sarkomer jantung. Sekarang ini, 11 gen mutan berhubungan dengan HCM, terutama B-myosin rantai berat (yang pertama dikenali) dan protein pengikat miosin. Perubahan lain yang terjadi yaitu deposit abnormal dari kolagen dan penurunan protein kontraktil pada miosit.
            Penebalan dinding septum mengakibatkan terjadinya keadaan hiperdinamik terutama saat beraktivitas. Relaksasi diastolik juga terganggu dan kemampuan ventrikel untuk mengembang menurun. Obstruksi aliran ventrikel kiri dapat muncul apabila detak jantung meningkat dan volume intravaskular menurun. Gejala yang dapat muncul seperti angina, sinkop, palpitasi, dan tanda-tanda infark miokard serta gagal jantung kiri.
            Meskipun pada umumnya pasien dapat asimtomatis, namun dyspnoe merupakan keluhan yang sering didapatkan, hampir pada 90% pasien yang simtomatis. Dyspnoe muncul sebagai akibat kekakuan, ventrikel yang tak mampu mengembang, sehingga mengakibatkan meningkatnya tekanan end-diastolik ventrikel kiri serta relaksasi abnormal ventrikel.
            HCM jenis kedua akan muncul apabila terjadi peningkatan resistensi ejeksi ventrikel yang biasanya ditemukan pada keadaan hipertensi atau stenosis katup (biasanya aorta). Dalam hal ini, hipertrofi dari miosit merupakan kompensasi untuk meningkatkan workload, sehingga apabila terjadi disfungsi miosit yang berkepanjangan dapat mengakibatkan disfungsi diastolik dan akhirnya dapat menyebabkan disfungsi sistolik dari ventrikel.

Kinetik kalsium yang abnormal
            Data menunjukkan hubungan kinetik kalsium miokardial sebagai penyebab hipertrofi miokardial irreguler dan fitur tertentu dari HCM, khususnya pada pasien dengan kelainan fungsional diastolik. Kinetik kalsium miokardial yang abnormal dan aliran kalsium abnormal dari peningkatan jumlah saluran kalsium mengakibatkan meningkatnya konsentrasi kalsium intraseluler, yang mana pada akhirnya dapat menghasilkan hipertrofi dan ketidakteraturan cellular. 

Penyebab genetik
            HCM familial terjadi sebagai penyakit Mendelian-inherited dominan autosomal pada sekitar 50% kasus. Beberapa, atau sedikit sekali, terjadi karena pembentukan sporadis dari penyakit ini yang diakibatkan mutasi spontan.  
            Setidaknya ada 6 gen berbeda pada paling sedikit 4 kromosom yang diasosiasikan dengan HCM, dengan lebih dari 50 mutasi yang berbeda yang ditemukan sejauh ini. HCM familial adalah penyakit yang secara genetik heterogen yang maksudnya adalah dapat disebabkan defek genetik pada lebih dari 1 locus.
            Pada tahun 1989, Seidman et al pertama kali melaporkan dasar genetik untuk HCM. Mereka melaporkan adanya suatu gen penyakit yang berlokasi pada lengan panjang kromosom 14. Kemudian selanjutnya, mereka menemukan bahwa ini merupakan gen yang mengkode rantai berat beta myosin kardiak.
            Sekitar  50-60% pasien dengan indeks tinggi kecurigaan klinis akan adanya  HCM akan teridentifikasi mutasi pada setidaknya 1 dari 9 gen sarcomeric. Sekitar 45% dari mutasi ini terjadi pada gen rantai berat myosin beta pada kromosom 14 q11.2-3, sementara sekitar 35% terlibat dengan gen protein C kardiak yang mengikat myosin. Dikarenakan HCM umumnya adalah bersifat dominan autosomal, anak dengan salah satu orangtua menderita HCM memiliki 50% kemungkinan menurunkan mutasi yang menyebabkan penyakit ini. Ketika sebuah mutasi diidentifikasi   melalui pemeriksaan genetik, pemeriksaan genetik spesifik keluarga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerabat yang berisiko terhadap penyakit ini.
            Pada individu tanpa riwayat keluarga HCM, penyebab paling umum penyakit ini adalah mutasi de novo dari gen yang memproduksi rantai berat beta myosin.
            Sebuah polimorfisme insertion/deletion pada gen yang mengkode  angiotensin converting enzyme (ACE) merubah fenotip dari penyakit ini. Genotip D/D (deletion/deletion) dari ACE diasosiasikan dengan hipertrofi tertanda dari ventrikel kiri dan mungkin berhubungan dengan risiko lebih tinggi akan prognosis yang tidak baik.
            Beberapa mutasi dapat memiliki potensial yang lebih buruk dari yang lain (Rantai berat β myosin). Contohnya, mutasi troponin T pada mulanya diasosiasikan dengan 50% angka kematian sebelum usia 40.  Selain itu, sebuah penelitian baru dan lebih besar menemukan risiko yang serupa pada mutasi protein sarkomer lainnya.
            Variasi yang beragam ada dalam ekspresi fenotipik dari mutasi tertentu pada gen tertentu, dengan keberagaman dalam gejala klinis dan hipertrofi yang terjadi. Keberagaman fenotipik berhubungan dengan perbedaan dalam genotip, dengan mutasi spesifik dikaitkan dengan gejala tertentu, derajat hipertrofi, dan prognosis.

Kemungkinan penyebab lain
Penyebab lain yang dimungkinkan dari HCM antara lain :
  • Stimulasi saraf simpatis yang abnormal – Peningkatan responsivitas jantung terhadap produksi katekolamin yang berlebihan atau penurunan uptake neuronal dari norepinephrine dapat menyebabkan HCM.
  • Arteri koroner intramural yang menebal secara abnormal – arteri ini tidak berdilatasi secara normal, yang  akan mengarah ke iskemia miokard, kemudian berkembang  menjadi fibrosis miokard dan hipertrofi kompensasi abnormal
  • Iskemia subendokardial – Hal ini berhubungan dengan abnormalitas mikrosirkulasi jantung yang menghabiskan cadangan energi essensial untuk pengolahan konsumsi kalsium selama diastol; iskemia subendokardial mengakibatkan interaksi persisten dari elemen kontraktil selama diastol dan peningkatan kekakuan diastolik.
  • Abnormalitas struktural jantung Cardiac – Yang termasuk di dalamnya adalah konfigurasi bentuk catenoid dari septum, yang mengakibatkan hipertrofi dan ketidakteraturan sel miokardial.  

Patofisiologi
            Pada penyakit kardiomiopati hipertrofik ini didapati hipertrofi ventrikel yang masif terutama pada septum ventrikel yang mengakibatkan pada waktu sistole septum menonjol ke aliran keluar ventrikel kiri dan menyebabkan obstruksi. Adakalanya ventrikel kanan dapat terkena. Beberapa tingkatan fibrosis miokard dapat dijumpai. Katup mitral bergeser ke anterior karena hipertrofi muskulus papilaris dan ruang ventikel kiri diisi oleh hipertrofi yang masif. Kelainan hemodinamik yang terjadi akibat hipertrofi, fibrosis, dan kekakuan otot jantung berupa menurunnya distensibilitas jantung, sehingga terjadi resistensi dalam pengisian ventrikel kiri, tetapi fungsi pompa diastolik tetap normal sampai akhir penyakit. Obstruksi aliran ventrikel kiri dapat berkembang karena kelainan letak daun anterior katup mitral yang berhadapan dengan septum yang hipertrofi dan peak systolik pressure gradient pada aliran keluar ventrikel kiri bervariasi. Berbeda dengan obstruksi yang disebabkan oleh orifisium yang menyempit secara permanen, seperti pada stenosis aorta, pada kardiomiopati hipertrofi, obstruksi jalur keluar ventrikel kiri merupakan hal yang dinamis dan dapat berubah di antara pemeriksaan. Obstruksi muncul dari hasil penyempitan aliran ventrikel kiri yang telah kecil sebelumnya oleh SAM dari katup mitral terhadap septum yang hipertrofi dan kontak midsistolik dengan septum ventrikel. Delapan puluh persen pasien dengan karrdiomiopati hipertrofik mengalami gangguan diastolik yaitu kelainan dalam relaksasi dan pengisian ventrikel. Sebaliknya fungsi sistolik normal sampai super-normal. Kebanyakan pasien memiliki fraksi ejeksi supernormal (75-80%).
            Sejak pertama kali HCM dipelajari, fitur yang menarik perhatian cukup besar adalah gradien tekanan dinamis yang melintasi traktus (jalur) outflow (aliran keluar) ventrikel kiri. Gradien tekanan tampaknya berhubungan dengan penyempitan lebih lanjut dari jalur outflow yang sudah kecil (sebelumnya sudah menyempit karena hipertrofi septal asimetris dan kemungkinan lokasi abnormal katup mitral) yang disebabkan systolic anterior motion (SAM) dari katup mitral terhadap septum yang telah mengalami hipertrofi. 
            Tiga penjelasan kemungkinan sebab terjadinya SAM dari katup mitral telah dikemukakan, sebagai berikut: (1) Katup mitral ditarik terhadap septum oleh kontraksi muskulus papillaris, yang terjadi karena lokasi abnormal katup dan hipertrofi septum yang mengubah orientasi muskulus papillaris tersebut; (2) Katup mitral terdorong terhadap septum karena posisi abnormalnya pada outflow tract; (3) Katup mitral mendekat terhadap septum karena tekanan rendah yang terjadi pada saat darah diejeksi pada kecepatan tinggi melalui jalur aliran keluar (outflow tract) yang menyempit (efek Venturi) .
            Kebanyakan pasien dengan HCM memiliki fungsi diastolik abnormal (baik ditemukan atau tidaknya tekanan gradien), yang kemudian akan mengganggu pengisian ventrikel dan meningkatkan tekanan pengisian, walaupun kavitas ventrikel berukuran kecil atau normal. Pasien ini memiliki kinetik kalsium yang abnormal dan iskemia seubendokardial, yang berkaitan dengan hipertrofi yang mencolok dan proses myopathic.
            Individu dengan HCM memiliki derajat hipertrofi ventrikel kiri yang berbeda-beda. Biasanya ini adalah hipertrofi asimetris, yang melibatkan septum interventrikular, dan dikenal sebagai hipertrofi septal asimetris. Ini merupakan kebalikan dari hipertrofi konsentris yang ditemukan pada stenosis aorta dan hipertensi. Sekitar dua per tiga individu dengan HCM memiliki hipertrofi septal asimetris.
            Sekitar 25% individu dengan HCM menunjukkan suatu obstruksi terhadap aliran keluar darah dari ventrikel kiri pada saat istirahat. Meski demikian pada sebanyak 70% pasien, obstruksi dapat diprovokasi oleh kondisi tertentu. Ini dikenal sebagai obstruksi aliran keluar dinamis (dynamic outflow obstruction), karena derajat obstruksi bervariasi dan tergantung pada kondisi loading (Pengisian ventrikel dan tekanan darah arterial) dan keadaan kontraktilitas dari ventrikel kiri.
            Hipertrofi miokardial dan fibrosis ekstraselluler dapat mempredisposisi peningkatan kekakuan ventrikel kiri yang bersamaan dengan energetika cellular yang terkompromi dan penanganan kalsium yang abnormal mengakibatkan disfungsi diastolik yang bermanifestasi sebagai dyspnea dan intoleransi terhadap latihan / olahraga.
            Perubahan struktur pembuluh koroner dan peningkatan tekanan diastolik (penurunan supply darah) bersamaan dengan hipertrofi dan obstruksi outflow tract (peningkatan permintaan / demand) menyebabkan iskemia miokard yang bermanifestasi sebagai angina dan dapat bertanggungjawab memicu aritmia ventrikuler.
            Pada sekitar 30% pasien terdapat respons vaskular abnormal dan ketidakmampuan untuk meningkatkan tekanan darah sistolik pada saat latihan. Hal ini salah satunya disebabkan oleh reflek inhibisi kardiak secara berlebihan yang diinisiasi  oleh peningkatan stress dinding miokardial dan kenaikan kadar unsur yang menyebabkan vasodilatasi (peptida natriuretik).

Obstruksi outflow dinamis
            Obstruksi ini (ketika ditemukan pad HCM) biasanya dikarenakan oleh SAM dari daun katup anterior dari katup mitral.  SAM (Systolic anterior motion) pada awalnya diduga dikarenakan tonjolan septal subaorta, yang menyempitkan jalur aliran keluar, menyebabkan aliran berkecepatan tinggi dan efek Venturi  (sebuah tekanan dibawah normal yang lokal pada jalur aliran keluar-outflow tract) . Tekanan yang rendah diduga menghisap katup mitral ke arah anterior menuju septum. Tetapi SAM setelah diobservasi adalah suatu fenomena kecepatan rendah. SAM mulai dari kecepatan (velocity) tidak berbeda dengan yang diukur pada jantung yang normal. Sehingga, besarnya pengaruh dan pentingnya gaya Venturi pada outflow tract ternyata tidak sebesar yang diduga sebelumnya, dan gaya Venturi bukanlah gaya (force) utama yang menyebabkan SAM.
            Bukti ekokardiografik terbaru mengindikasikan adanya suatu drag, gaya mendorong oleh aliran yang merupakan gaya (force) hidrodinamik dominan pada daun katup mitral. Pada HCM obstruktif, daun katup mitral seringkali berukuran besar dan memiliki posisi lebih anterior pada kavitas ventrikel kiri dikarenakan posisi musculi papillaris yang berada di posisi aanterior, yang pada saat pembedahan seringkali “menempel” pada dinding anterior ventrikel kiri dengan perlekatan yang abnormal. 
            Tonjolan mid-septal memicu malposisi katup dan mengalihkan arah aliran keluar sehingga akan datang dari arah lateral dan posterior. Arah aliran keluar (outflow) yang abnormal dapat divisualisasikan di belakang dan lateral dari katup mitral yang membesar, dimana dia akan ditangkap dan kemudian mendorongnya ke septum. Ada suatu tumpang-tindih antara porsi aliran masuk dan aliran keluar pada ventrikel kiri. Seiring perkembangan SAM pada awal sistol sudut antara outflow dan daun katup mitral yang menonjol semakin membesar. Sebuah area permukaan yang meluas dari daun katup kini terekspose terhadap drag sehingga tambah memperkuat gaya pada daun katup – drag meningkat dengan peningkatan relatif sudut terhadap aliran.  Analoginya adalah sebuah pintu terbuka pada koridor yang sedang bertiup angin : pintu mulai bergerak secara perlahan dan kemudian meningkat kecepatannya seiring dengan terpaparnya area permukaan yang lebih luas terhadap angin sehingga akhirnya pintu menutup dengan kencang.  Syarat kondisi yang diperlukan untuk mempredisposisi SAM adalah : posisi katup mitral di anterior pada ventrikel kiri, geometri ventrikel kiri yang berubah sedemikian rupa sehingga dapat mengakibatkan aliran untuk mengarah ke katup mitral dari arah belakang, dan pemendekan dan kekakuan chordae (chordal slack). SAM dapat dianggap sebagai prolaps mitral yang diarahkan secara anterior. Pada kedua kondisi tersebut katup mitral membesar dan berubah posisi pada sistol oleh gaya dari aliran dan mengakibatkan regurgitasi mitral.
            Dikarenakan katup mitral baru akan ditarik ke dalam jalur aliran keluar ventrikel kiri / left ventricular outflow tract (LVOT) hanya setelah katup aorta membuka, upstroke awal dari nadi arterial akan normal. Ketika daun katup mitral terdorong kedalam LVOT, denyut arterial sementara akan kolaps dan kemudian  diikuti oleh kenaikan kedua, bersamaan dengan saat tekanan ventrikel kiri  mengatasi obstruksi yang meningkat yang disebabkan oleh SAM dari katup mitral. Ini dapat terlihat pada saat pemeriksaan fisik sebagai ketukan ganda pada palpasi impuls apikal dan sebagai pulsasi ganda pada palpasi nadi karotid, yang dikenal sebagai bifid pulse.

Manifestasi Klinis Kardiomiopati Hipertrofik
            Gejala kardiomiopati hipertrofik (HCM) dapat termasuk diantaranya adalah can include dyspnea, angina, orthopnea, syncope dan presyncope,  palpitasi, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, gagal jantung kongestif, nyeri kepala, dan kematian jantung mendadak.

Kematian jantung mendadak
            Ini merupakan manifestasi paling merugikan dan berbahaya dari HCM. Insidensi tertinggi terjadi pada anak usia pra-remaja dan remaja dan biasanya berkaitan dengan aktivitas kegiatan yang sangat membutuhkan tenaga berat.   Risiko kematian mendadak pada anak dapat setinggi 6 % setiap tahun.
            Pada lebih dari 80% kasus, aritmia yang menyebabkan kematian mendadak adalah fibrilasi ventrikular. Pada banyak kasus ini perburukan menjadi fibrilasi ventrikular berasal dari aritmia atrial cepat (rapid atrial arrhythmias), seperti fibrilasi, takikardia supreventrikular, atau sindrom Wolff-Parkinson-White, sementara yang lain berasal dari takikardia ventrikular dan kolaps hemodinamik dengan cardiac output yang rendah.

Dyspnea
            Ini merupakan gejala yang paling umum muncul, terjadi pada sebanyak 90% pasien simtomatik. Dyspnea secara garis besar adalah konsekuensi dari peningkatan tekanan pengisian diastolik ventrikel kiri (dan penjalaran peningkatan tekanan tersebut terhadap sirkulasi pulmonal). Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri pada prinsipnya disebabkan oleh gangguan fungsi diastolik sebagai akibat dari hipertofi ventrikel.

Syncope
            Syncope adalah gejala yang cukup umum, yang berasal dari ketidakcukupan cardiac output pada saat aktivitas berat atau dari aritmia kardiak. Lebih umum terjadi pada anak dan dewasa muda dengan ukuran bilik ventrikel kiri yang lebih kecil dan bukti ditemukannya takikardia ventrikel pada saat pengawasan yang berjalan.
            Penyebab lain syncope adalah langsung dari aritmia, baik dari takkardia maupun bradikardia. Beberapa pasien dengan HCM memiliki abnormalitas dalam fungsi sinus node, yang akhirnya mengarah ke sindrom sinus dengan terjadinya secara bergantian takiaritmia dan bradiaritmia atau bradiaritmia parah.
            Syncope (sinkop) dan presyncope menjadi penanda risiko tinggi akan kematian mendadak dan menjadi indikasi penanganan segera  pengobatan yang agresif.

Presyncope
             Presyncope termasuk didalamnya adalah gejala "graying-out" (penderita berangsur-angsur secara perlahan kehilangan kesadaran dengan pandangan berkabut keabu-abuan) pada keadaan berdiri dan membaik pada posisi berbaring. Hal ini dapat berlangsung secara umum dan menjadi penanda akan risiko tinggi kematian mendadak. Gejala ini dapat dieksaserbasi oleh stimulasi vagal. Presyncope juga dapat terjadi pada takiaritmia atrial maupun ventrikular yang unsustained.

Angina
            Gejala angina cukup umum pada pasien dengan HCM dan dapat terjadi pada ketiadaan aterosklerosis koroner yang terdeteksi. Relaksasi diastolik yang terganggu dan konsumsi oksigen miokardial yang meningkat disebabkan oleh hipertrofi ventrikular yang mengakibatkan iskemia subendokardial, terutama pada saat aktivitas berat.

Palpitasi
            Palpitasi juga cukup umum pada penderita penyakit ini. Hal ini merupakan akibat dari aritmia seperti detak atrial dan ventrikel prematur, jeda sinus, fibrilasi atrial, atrial flutter, takikardia supraventrikular, dan takikardia ventrikular.

Orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea
            Hal ini merupakan tanda awal gagal jantung kongestif dan, meskipun relatif jarang, ditemukan pada pasien dengan HCM parah. Hal ini adalah akibat dari fungsi diastolik terganggu dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri. Orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea adalah hasil dari kongesti vena pulmonal.

Gagal Jantung Kongestif
            Hal ini relatif jarang tapi diawasi pada pasien dengan HCM parah. Keadaan ini dapat diakibatkan oleh kombinasi gangguan fungsi diastolik dengan iskemia subendokardial. Fungsi sistolik pada pasien ini hampir selalu terjaga baik.

Pusing berputar
            Pusing kepala umum ditemukan pada pasien HCM dengan peningkatan tekanan gradien yang melintas pada traktus aliran keluar ventrikel kiri. Keadaan ini diperburuk oleh aktivitas berat dan dapat dieksaserbasi oleh hipovolemia yang mengikuti aktivitas berat atau kehilangan cairan yang tidak disadari (seperti pada suhu panas yang ekstrim).
            Pusing juga dapat terjadi karena pergerakan, seperti berdiri mendadak atau valsava pada saat buang air besar, atau pengobatan tertentu, seperti diuretik, nitrogliserin, agen antihipertensi vasodilatasi, yang menurunkan preload dan afterload dan meningkatkan tekanan gradien yang melintas pada traktus aliran keluar ventrikel kiri.
            Pusing juga dapat disebabkan hipotensi yang berhubungan dengan aritmia dan penurunan perfusi serebral. Aritmia nonsustained sering menyebabkan gejala pusing kepala, kepala yang terasa ringan, dan presinkop, dimana aritmia sustained lebih cenderung mengakibatkan sinkop, kolaps, dan / atau kematian jantung mendadak.

Pemeriksaan fisik
            Adanya dua impuls apikal  adalah akibat dari kontraksi atrial kiri yang sangat kuat terhadap ventrikel kiri yang sangat menurun fungsinya. Ini cukup umum terjadi pada pasien dewasa.  Tiga impuls apikal disebabkan tonjolan sistolik akhir yang terjadi ketika jantung hampir kosong dan melakukan kontraksi yang hampir isometris. Ini merupakan temuan khas dari kardiomiopati hipertrofik, namun lebih jarang terjadi bila dibandingkan dua impuls apikal. 
            Bunyi jantung pertama normal. Bunyi jantung kedua split secara normal, tapi pada beberapa pasien dengan gradien aliran keluar yang parah, yang terdengar adalah paradoxical split.
            Sebuah gallop S3 umum ditemukan pada pasien anak, tetapi tidak memiliki arti medis seburuk pada pasien stenosis katup aorta. Ketika ditemukan pada pasien dewasa, hal ini mempertegas adanya gagal jantung kongestif. Sebuah bunyi jantung keempat, S4, secara berkala dapat didengar dan adalah akibat dari sistol atrial terhadap ventrikel kiri yang sangat menurun fungsinya.
Nadi vena jugular mengungkapkan adanya gelombang a yang prominen yang disebabkan fungsi ventrikel kiri yang semakin berkurang dikarenakan hipertrofi masif atau adanya septum ventrikular.
            Dua denyut arterial karotis adalah umum pada keadaan ini. Nadi karotis tersebut menaik cepat karena peningkatan kecepatan darah yang melalui traktus aliran keluar ventrikel kiri menuju aorta. Nadi karotis kemudian menurun pada midsistol seiring mulai timbulnya gradien. Ini kemudian diikuti oleh kenaikan kedua pulsasi karotis pada saat sistol akhir. 
            Impuls apikal prekordial terkadang bergeser ke arah lateral dan biasanya secara abnormal menguat dan melebar.
            Murmur ejeksi sistolik secara umum adalah murmur crescendo-decrescendo ejeksi sistolik, yang paling baik didengarkan diantara apeks dan batas kiri sternal dan menjalar  ke suprasternal tetapi tidak menuju arteri karotis ataupun leher. Murmur dan gradien yang melintasi  traktus aliran keluar ventrikel kiri, akan menurun dan berkurang seiring peningkatan dalam preload (misalnya Mueller maneuver, berjongkok) atau peningkatan dalam afterload (misalnya genggaman tangan). Murmur dan gradien tersebut akan meningkat apabila ada penurunan dalam preload (misalnya Valsalva maneuver, pemberian nitrate, pemberian diuretik, posisi berdiri) atau dengan penurunan dalam afterload (misalnya pemberian vasodilator).
            Murmur holosistolik pada apeks dan axilla dari regurgitasi mitral dapat didengar pada pasien dengan systolic anterior motion (SAM) yang terjadi pada katup mitral dan gradien aliran keluar ventrikel kiri yang signifikan. Murmur decrescendo diastolik dari regurgitasi aorta dapat didengar pada 10% pasien, walaupin regurgitasi katup aorta ringan dapat dideteksi oleh ekokardiografi doppler pada 33% pasien.



Diagnosis

            Diagnosis kardiomiopati hipertrofik didasarkan pada sejumlah temuan pada proses terjadinya penyakit ini. Selain penggunaan ekokardiografi, kateterisasi jantung, atau MRI jantung untuk mendiagnosis penyakit ini, ada faktor penting lain seperti EKG dan temuan pemeriksaan genetis (walaupun tidak digunakan sebagai pemeriksaan diagnosis utama) dan jika terdapat riwayat anggota keluarga dengan HCM atau kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan pada individu yang sebelumnya terlihat sehat.

Pemeriksaan fisik
Cara membedakan kardiomiopati hipertrofik dan stenosis katup aorta
Membedakan kardiomiopati hipertrofik dan stenosis katup aorta

Stenosis Aorta
Kardiomiopati Hipertrofik
Ekokardiografi
Kalsifikasi katup aorta
Biasa terjadi
Tidak terjadi
Aorta ascending berdilatasi
Biasa terjadi
Jarang terjadi
Hipertrofi ventrikular
Hipertrofi ventrikel kiri konsentris
Asimetris, sering melibatkan septum
Pemeriksaan fisik
Murmur dari insufisiensi Aorta
Biasa terjadi
Tidak terjadi
Tekanan nadi setelah Kontaksi ventrikular prematur (PVC)
Meningkat
Menurun
Valsalva maneuver
Penurunan intensitas murmur
Peningkatan intensitas murmur
Pulsasi karotis
Normal atau tardus et parvus
Cepat tajam, menyentak atau nadi bisferiens (kolaps denyut yang diikuti kenaikan kedua)

Temuan fisik dari HCM dikaitkan dengan obstruksi aliran keluar dinamis yang sering terjadi pada penyakit ini.
Pada saat auskultasi, murmur jantung akan terdengar mirip dengan murmur pada stenosis aorta.  Namun, murmur karena HCM meningkat intensitasnya dengan manuver yang mengurangi volume darah pada ventrikel kiri (seperti berdiri tiba-tiba atau saat menekan pada manuver valsava). Pemberian amyl nitrate juga akan menegaskan murmur dengan cara pengurangan venous return ke jantung. Berdasarkan pengalaman, murmur terdengar paling jelas pada tepi parasternal, ruang interkosta keempat, daripada area aortik.
            Jika terdapat obstruksi aliran keluar dinamis ventrikel kiri, pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan antara lain pulsus bisferiens dan impuls apikal ganda pada setiap kontraksi ventrikular. Temuan ini, jika terjadi, dapat membantu membedakan HCM dengan stenosis aorta. Sebagai tambahan, jika pasien memiliki premature ventricular contractions (PVC), perubahan pada intensitas nadi karotis pada detak setelah PVC dapat membantu membedakan HCM dengan stenosis aorta. Pada individu dengan HCM, tekanan nadi akan menurun pada detak setelah PVC, sementara pada stenosis aorta, tekanan nadi meningkat. Namun, intensitas murmur meningkat baik pada stenosis aorta maupun HCM pasca PVC.  

Pertimbangan pendekatan diagnosis HCM
            Ekokardiografi dua dimensi (2-D) sangat membantu dalam diagnosis kardiomiopati hipertrofik. Secara umum, ringkasan temuan ekokardiografi antara lain gerakan daun katup sistolik yang abnormal pada katup mitral, hipertrofi ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, ukuran bilik ventrikel yang kecil, hipertrofi septum dengan rasio septum terhadap dinding bebas lebih besar dari 1.4:1 , prolaps katup mitral dan regurgitasi mitral, penurunan aliran midaortik, dan penutupan sistolik sebagian dari katup aorta pada midsistol.
            Magnetic resonance imaging (MRI) jantung juga membantu dalam diagnosis dan assessment HCM.  Tidak ada pemeriksaan darah laboratoris spesifik yang diperlukan dalam penatalaksanaan HCM. Pemeriksaan genetik tidak tersedia secara luas untuk saat ini tetapi menjadi semakin banyak seiring dengan waktu untuk kondisi penyakit ini. Dalam situasi  penelitian atau dengan riwayat keluarga yang luas, genotyping menjadi informatif untuk identifikasi anggota keluarga tambahan jika genotype penderita utama telah ditentukan.

Ekokardiografi dua dimensi dan penelitian Doppler
            Sebagaimana disebutkan di atas, ekokardiografi dua dimensi bersifat diagnostik untuk kardiomiopati hipertrofik. Studi aliran Doppler berwarna umumnya mampu mengungkapkan regurgitasi mitral. (gambar bawah)


Ekokardiografi kardiomiopati hipertrofik ekokardiogram echocardiography echocardiogram hypertrophic cardiomyography
Ekokardiografi kardiomiopati hipertrofik.pada gambar B tampak  hipertrofi septal (S)

            Studi Doppler continuous-wave pada HCM obstruktif mengungkap adanya peningkatan kecepatan aliran yang melintasi traktus aliran keluar ventrikel kiri. HCM obstruktif parah biasanya memiliki kecepatan aliran lebih besar dari 4 m/s, dan gradien yang melintasi traktus aliran keluar ventrikel kiri lebih besar dari  50 mm Hg sudah dianggap parah.
            Ekokardiografi juga biasanya mengungkap adanya disfungsi diastolik dengan fungsi ventrikel kiri yang berkurang dan rasio katup mitral dari gelombang E terhadap gelomban A lebih kecil dari 1 (biasanya < 0.8). Fungsi sistolik umumnya terjaga baik dan normal, bahkan fraksi ejeksi ventrikel kiri biasanya normal atau lebih tinggi pada saat diagnosis. Diameter ventrikel kiri ada pada batas bawah normal atau lebih kecil dari normal.
            Sebuah studi yang dilakukan oleh Peteiro et al mengemukakan bahwa assessment terhadap kapasitas aktivitas fisik dan fungsi sistolik ventrikel kiri selama ekokardiografi latihan fisik dapat membantu dalam menentukan tingkatan risiko diantara pasien dengan kardiomiopati hipertrofik.
            Imaging / Pencitraan jaringan dengan Doppler cukup bermanfaat sebagai sarana screening pada pasien dengan ventrikel yang secara morfologis normal dan dalam membedakan HCM dengan penyebab lain hipertrofi ventrikel kiri (misal hipertrofi jantung atlet).
            Tanda khas dari HCM tipe obstruktif  terdiri dari adanya gerakan anterior sistolik / systolic anterior motion (SAM)  dari daun katup anterior katup mitral, ketebalan dinding septum  > 15 mm, dan hipertrofi septum asimetris dengan rasio ketebalan dinding septum terhadap ketebalan dinding posterior lebih besar dari 1.4:1.
            Septum bukan hanya relatif lebih tebal dari dinding posterior, tetapi biasanya 4-6 mm lebih tebal dari normal pada setiap kelompok umur. Hipertrofi masif dengan ketebalan dinding septum lebih besar dari 25 mm pernah tercatat dalam kasus langka, khususnya pada bayi dengan defek penyimpanan glikogen, sebagaimana diobservasi pada pasien dengan penyakit Pompe.
            Sebuah pola ekokardiografik tidak wajar yang terdiri dari penampakan ground-glass pernah tercatat pada beberapa bagian miokardium yang mengalami hipertrofi pada beberapa pasien. Pola ini mungkin berkaitan dengan struktur arsitektur cellular abnormal dan fibrosis miokardial yang telah diamati pada beberapa studi patologis
            Penyempitan traktus aliran keluar ventrikel kiri terjadi pada banyak pasien dengan HCM. Hal ini berkontribusi terhadap terjadinya gradien tekanan pada sejumlah kecil pasien. Tanda khas HCM yang berkaitan dengan tekanan gradien adalah SAM (gerakan sistolik anterior) yang abnormal dari katup mitral, dan pada kasus yang jarang, gerakan sistolik dari daun katup posterior.
            Banyak temuan ekokardiografis lainnya dapat ditemukan pada pasien dengan HCM. Sebagai contoh, kavitas ventrikel kiri yang kecil dapat ditemukan sebagai akibat dari hipertrofi miokardium yang jelas dan kelainan pada kavitas ventrikel kiri.  Terlebih lagi, pengurangan pergerakan dan penebalan septum selama sitol dapat terjadi, khususnya pada septum bagian atas, yang merupakan akibat dari ketidakteraturan arsitektur miofibril dan fungsi kontraktilitas yang abnormal.
            Pergerakan dinding posterior dapat normal atau meningkat, dan kecepatan penutupan katup mitral pada middiastol dapat berkurang yang diakibatkan penurunan fungsi ventrikel kiri atau aliran lintas mitral yang abnormal pada saat diastol. Sebagai tambahan, prolaps katup mitral, sebuah kejadian ekokardiografik HCM yang jarang, dapat ditemukan..
            Penutupan sistolik parsial, atau yang lebih umum, gerakan mengepakkan yang kasar dari katup aorta yang berkaitan dengan turbulensi aliran darah pada traktus aliran keluar dapat terjadi. Kelainan dalam fungsi diastolik dapat ditunjukkan oleh perekaman ekokardiografi dan Doppler pada sekitar 80% pasien dengan HCM, dengan atau tanpa adanya gradien tekanan sistolik.
            Adanya regurgitasi mitral hampir selalu dapat dikonfirmasi oleh ekokardiografi Doppler pada pasien HCM dengan gradien sistolik.
            Dasar diagnosis dari kardiomiopati hipertrofik adalah dengan menggunakan ekokardiogram karena dapat menggambarkan ketebalan ukuran ventrikel dan fungsi sistolik, yang memperlihatkan hipertropi ventrikel kiri yang asimetris terutama mengenai septum interventrikel.
Dengan ekokardiografi dapat dibedakan beberapa jenis hipertrofi ventrikel kiri yaitu asimetrik septal hipertrofi (septum ventrikel 90%, mid ventrikel 1%, apeks 1%, posteroseptal dan dinding lateral 1%) dan simetrik hipertropi (5%). Pada ekokardiografi ditemukan pengecilan rongga ventrikel kiri, penebalan septum ventrikel dibandingkan dengan dinding posterior ventrikel kiri dengan rasio>1,5:1, penurunan derajat penutupan katup mitral, systolic anterior motion (SAM) katup mitral, obstruksi jalur keluar ventrikel kiri, imobilitas relatif septum ventrikel dengan kontraksi yang hebat dinding posterior.
            Bentuk yang jarang dari kardiomiopati hipertrofik, mempunyai karakteristik hipertrofi apikal, yang biasanya berhubungan dengan gelombang negatif T raksasa pada elektrokardiogram (EKG) dan mempunyai gambaran cavitas ventrikel kiri yang berbentuk “spade shaped” pada angiography; dan biasanya mempunyai onset klinis yang jinak.
Echocardiogram ekokardiogram echocardiography ekokardiografi Asymmetric septal hypertrophy kardiomiopati cardiomyopathy
Gambar Asymmetric septal hypertrophy

Pada gambar di atas tampak gambaran penonjolan septum yang hipertrofi yang tampak jelas pada daerah parasternal (yang ditunjuk anak panah).

ekokardiografi echocardiography Kardiomiopati hipertrofik apikal apical hypertrophic cardiomyopathy
Gambar Kardiomiopati hipertrofi apikal


Pencitraan (Imaging) Radiografi dan Radionuklir dada

Radiografi dada
            Temuan radiografi dada / Chest radiograph (CXR) dapat beragam. Silhouette jantung dapat beragam dari normal sampai dengan peningkatan ukuran yang signifikan. Pembesaran atrium kiri sering teramati, khususnya jika terdapat regurgitasi mitral yang signifikan. Hal ini bermanifestasi dengan penampakan  "double-density" pada CXR.

Pencitraan Radionuklir
            Pencitraan radionuklir dengan thallium atau technetium dapat menunjukkan defek yang reversibel, terutama jika tidak ditemukan penyakit arteri koroner. Scintigraphy (skintigrafi)  thallium atau technetium dapat mengungkap kelainan pada perfusi miokardial, bahkan pada kondisi arteri koroner yang tampak normal secara angiografis..
            Defek reversibel yang dibuktikan oleh scanning radionuklir ini lebih umum ditemukan pada anak atau remaja dengan riwayat sinkop dan kematian jantung mendadak, sehingga diperkirakan iskemia miokard merupakan faktor penting dalam mekanisme fatalitas pada pasien muda dengan HCM.

MRI jantung
            Pencitraan MRI jantung sangat berguna dalam diagnosis dan assessment HCM, dengan kualitas citra yang ideal dapat mencakup keseluruhan dua ventrikel untuk mengetahui lokasi tepat hipertrofi. MRI jantung secara khusus bermanfaat ketika hasil ekokardiografi dipertanyakan, misalnya dengan hipertrofi apikal.
            Pencitraan cine (dinamis) MRI, yang berorientasi pada area traktus aliran keluar ventrikel kiri, biasanya menunjukkan obstruksi, dan pemetaan kecepatan berguna dalam assessment kecepatan (velocity) puncak. SAM (Systolic anterior motion) dari katup mitral dapat dengan jelas terlihat pada MRI jantung.
            Perkembangan obstruksi setelah ablasi septum atau miomektomi dapat ditunjukkan, begitu juga lokasi dan ukuran infark yang berkaitan, sehingga berguna dalam perencanaan tindakan medis berikutnya.
            Penandaan (tagging) MRI jantung dapat mengidentifikasi pola abnormal dari peregangan, kerusakan dan torsi dari kasus HCM, yang menunjukkan disfungsi signifikan pada area hipertrofik dari ventrikel. Cardiovascular MR spectroscopy (spektroskopi resonansi magnetis kardiovaskular) dapat mengungkap kelainan bioenergetik pada pasien HCM dengan mutasi genetik yang beragam, fakta yang dapat mendukung hipotesis bahwa unsur yang mendasari terjadinya HCM adalah penggunaan (utilisasi) energi yang tidak efisien.
            Akurasi penentuan fenotipik HCM oleh MRI jantung berguna pada screening anggota keluarga, dan studi keterkaitan genetik untuk mutasi penyebab menjadi lebih terbantu.
            Penggunaan kontras gadolinium pada MRI jantung sangat bermanfaat dalam membedakan HCM dengan penyebab hipertrofi jantung lainnya dan jenis kardiomiopati lain, seperti amiloidosis, jantung atlet, penyakit Fabry (defisiensi alpha-galactoside).
            Gadolinium yang terlihat jelas pada saat akhir pada HCM menunjukkan adanya fibrosis miokardial. Semakin besar derajat kejelasan penampakan gadolinium yang terjadi saat akhir,  semakin mungkin pasien HCM tersebut memiliki 2 atau lebih faktor untuk kematian mendadak dan lebih mungkin terjadinya perkembangan pelebaran (dilatasi) ventrikular yang mengarah kegagalan jantung, sehingga mengindikasikan prognosis yang lebih buruk.
            Kebanyakan pasien dengan HCM tidak memiliki kejelasan penampakan gadolinium , pola jinak  yang umum ditemukan adalah 2 garis yang berjalan sepanjang persimpangan ventrikel kanan yang memasuki ventrikel kiri.
            Penampakan kejelasan gadolinium dapat berupa penampakan padat, seperti plak, atau difus (menyebar).  Semakin jelas penampakan gadolinium, semakin tinggi kegagalan jantung atau kematian mendadak, diduga dari takikardia reentrant atau kegagalan sistolik karena pergeseran miosit.
            Penyakit Fabry  (defisiensi alpha-galactoside), yang terjadi pada sekitar 4% pasien HCM, sering menunjukkan penampakan gadolinum tidak wajar pada dinding lateral dengan MRI jantung.
MRI kardiomiopati hipertrofik hypertrophic cardiomyopathy
Gambar di atas merupakan gambar kardiomiopati hipertrofi simetrik yang memperlihatkan hipertrofi difus dari dinding ventrikel kiri dan kanan.

Elektrokardiogram (ECG)  
            Temuan elektrokardiografi yang umum ditemukan diantaranya abnormalitas gelombang ST-T dan hipertrofi ventrikel kiri.   Temuan lain yang teramati pada EKG adalah deviasi axis (kanan atau kiri), abnormalitas konduksi (P-R memanjang, bundle-branch block), sinus bradikardia dengan irama atrial ektopik, dan pembesaran atrial.  Satu mutasi telah mengaitkan antara kardiomiopati hipertrofik dan sindrom Wolff-Parkinson-White.  
            Temuan tidak umum diantaranya gelombang Q yang abnormal dan menonjol pada lead anterior prekordial dan tungkai lateral, interval P-R pendek dengan QRS yang diduga adalah preeksitasi, fibrilasi atrial (tanda prognostik buruk), dan abnormalitas gelombang P, menandakan diantaranya pembesaran atrium kiri. 
            Temuan pada pengawasan Holter dan elektrokardiografi kejadian biasanya terdiri dari ektopi atrial dan ventrikular, jeda sinus, wandering atrial pacemaker, takikardia atrail, fibrilasi atrial dan/atau flutter, takikardia ventrikular nonsustained.
            Pemeriksaan kardiovaskular komprehensif dengan MRI dapat menemukan bekas perlukaan dan mungkin dapat membantu memprediksi segala penyebab dan kematian jantung pada pasien HCM dengan sedikit gejala atau asimtomatik.

EKG elektrokardiografi elektrokardiogram ECG electrocardiography electrocardiogram kardiomiopati hipertrofik hypertrophic cardiomyopathy
Gambaran EKG pasien dengan apikal hipertropi dengan prekordial inversi gelombang T


Kateterisasi Jantung
            Pada kateterisasi jantung, kateter dapat dipasang pada ventrikel kiri dan aorta ascending, untuk mengukur perbedaan tekanan pada kedua struktur ini. Pada individu normal selama sistol ventrikular, tekanan pada aorta ascending dan ventrikel kiri akan sama, dan katup aorta akan terbuka. Pada individu dengan stenosis aorta atau dengan HCM  dengan gradien traktus aliran keluar (outflow), akan terjadi gradien (perbedaan) tekanan antara ventrikel kiri dan aorta tersebut, dengan tekanan pada ventrikel kiri lebih besar daripada tekanan aorta. Gradien ini merupakan representasi derajat obstruksi yang harus terlewati dalam rangka memompa darah dari ventrikel kiri.
            Tanda Brockenbrough–Braunwald–Morrow teramati pada pasien dengan HCM yang memiliki gradien outflow tract (traktus/jalur aliran keluar). Tanda ini dapat digunakan untuk membedakan HCM dengan stenosis aorta. Pada individu dengan stenosis aorta, setelah terjadinya premature ventricular contraction (PVC), kontraksi ventrikular berikutnya akan lebih kuat  dan tekanan yang dihasilkan pada ventrikel kiri akan lebih tinggi. Dikarenakan obstruksi yang terfiksasi pada stenosis katup aorta, tekanan aorta pasca PVC akan ikut serta meningkat. Namun pada individu dengan HCM derajat obstruksi akan meningkat lebih dari peningkatan kekuatan kontraksi yang terjadi pasca detak PVC. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan tekanan pada ventrikel kiri dan tekanan pada aorta ascending menurun, diiringi peningkatan gradien LVOT (left ventricular outflow tract/ traktus aliran keluar ventrikel kiri).
            Walaupun tanda Brockenbrough–Braunwald–Morrow dapat terlihat paling baik dengan kateter intra-kardiak dan intra-aorta yang berlangsung bersamaan, tanda ini juga dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik rutin dengan penurunan tekanan nadi pada detak pasca PVC pada individu dengan HCM.
            Walaupun tidak dibutuhkan untuk diagnosis kardiomiopati hipertrofik, sebuah kateterisasi jantung diagnostik bermanfaat untuk menentukan derajat obstruksi aliran keluar, hemodinamik jantung, karakteristik diastolik ventrikel kiri dan anatomi ventrikel kiri, dan yang cukup penting, anatomi koroner. Kateterisasi jantung juga dilaksanakan pada situasi ketika terapi dengan metode invasif, seperti pemasangan pacemaker atau pembedahan, sedang direncanakan.
            Intervensi terapi dengan kateterisasi jantung, dilaksanakan pada kasus kardiomiopati hipertrofik yang khusus dan terpilih, diantaranya adalah ablasi alkohol transkateter septal untuk mengurangi obstruksi aliran keluar ventrikel kiri dengan infark yang disengaja pada sebagian septum interventrikular.
            Kateterisasi jantung terkadang mengurangi fungsi diastolik ventrikel kiri dan, pada kasus hipertrofik kardiomiopati obstruktif, menimbulkan sebuah tekanan gradien sistolik intrakavitas di dalam ventrikel kiri yang berkaitan dengan SAM subaorta katup mitral yang berbatasan dengan septum yang mengalami hipertrofi. Tekanan gradien subaorta tersebut dapat menjadi cukup labil dan dapat bervariasi antara 0 dan 175 mmHg pada pasien yang sama dengan kondisi yang berbeda.
            Pelacakan pembacaan hasil tekanan arterial yang ditemukan pada  kateterisasi jantung dapat menunjukkan konfigurasi “kerucut dan kubah” mirip dengan perekaman nadi karotis. Sebagai konsekuensi fungsi ventrikel kiri yang berkurang; mean arterial pressure (MAP) kiri dan, khususnya gelombang  a, pada tekanan nadi atrial kiri dan tekanan end-diastolic ventrikel kiri biasanya mengalami peningkatan.
            Artefak gradien aliran keluar dapat terjadi jika kateter ventrikel kiri terperangkap dalam trabekula dari sebuah hipertrofi ventrikel kiri. Cardiac output dapat terdepresi pada pasien dengan gradien parah yang berlangsung lama, tetapi pada mayoritas pasien tidak terjadi. Terkadang, cardiac output meningkat pada pasien dengan fungsi sistolik ventrikel kiri yang hiperdinamis secara signifikan.
            Abnormalitas hemodinamik pada HCM tidak terbatas pada sisi kiri dari jantung. Sekitar satu dari empat pasien menunjukkan hipertensi pulmonal. Biasanya ringan, namun pada beberapa kasus, dapat menjadi sedang sampai dengan berat/parah, dikarenakan (setidaknya sebagian) oleh peningkatan mean atrial pressure (MAP) kiri yang diakibatkan fungsi ventrikel kiri yang menurun. Sebuah gradien tekanan pada traktus aliran keluar  ventrikel kanan terjadi pada sekitar 15% pasien yang memiliki obstruksi aliran keluar ventrikel kiri dan tampaknya merupakan hasil dari hipertrofi signifikan dari janringan ventrikel kanan. Tekanan end-diastolic ventrikel kanan dan atrial kanan dapat sedikit mengalami kenaikan.    
             

Keberagaman Outflow gradient
            Salah satu fitur karakteristik HCM adalah outflow gradient (gradien aliran keluar) ventrikl kiri yang beragam dan labil. Seorang pasien dapat menunjukkan gradien yang besar pada satu masa dan tidak menunjukkan sama sekali pada waktu yang lain. Pada beberapa pasien tanpa adanya gradien waktu beristirahat, terkadang dapat terprovokasi dan timbul sementara.
              Tiga mekanisme dasar yang terlibat dalam terjadinya gradien dinamis adalah peningkatan kontraktilitas, penurunan preload, dan penurunan afterload. Pada banyak pasien dengan HCM, gradien terletak midventrikular dan dapat diintensifkan dengan peningkatan kontraktilitas, yang mengakibatkan gerakan sfincter muskulus langsung.
            Rangsangan yang memprovokasi atau mengintensifikasi gradien LVOT pada HCM secara umum memperbaiki kinerja miokardial pada individu normal atau pasien dengan kelainan jantung tertentu lainnya. Pengurangan kontraktilitas atau peningkatan preload atau afterload, akhirnya akan meningkatkan dimensi ventrikel kiri  dan mengurangi atau menghilangkan gradien LVOT..
            Salah satu rangsangan ampuh untuk meningkatkan gradien LVOT adalah potensiasi pasca ekstrasistolik, yang dapat terjadi setelah kontraksi prematur spontan atau ditimbulkan stimulasi mekanis dengan kateter. Resultan peningkatan kontraktilitas pada detak setelah ekstrasistol begitu signifikan sehingga menghasilkan peningkatan pada gradien outflow. Sebuah perubahan khas sering terjadi pada perekaman perjalanan tekanan arteri yang dilakukan secara langsung, yang selain menampakkan konfigurasi kerucut dan kubah yang menonjol, juga menunjukkan tekanan nadi yang gagal meningkat sesuai seharusnya atau bahkan menurun (dinamakan fenomena  Brockenbrough-Braunwald).
            Ini merupakan salah satu tanda yang dapat diandalkan akan adanya obstruksi dinamis pada LVOT. Pada beberapa pasien, murmur pasca ekstrasistolik melemah meskipun terjadi peningkatan pada gradien outflow, tampaknya dikarenakan, pada situasi ini, murmur lebih mengikuti perubahan yang lebih besar pada keparahan regurgitasi mitral ketimbang perubahan pada LVOT. 

Ventrikulografi Kiri
            Ventrikulografi kiri secara khas dapat menunjukkan ventrikel hipertrofi dan adanya gradien outflow. Daun katup anterior dari katup mitral begerak secara anterior selama sistol dan mengikuti jalur aliran keluar (outflow tract). Yang diasosiasikan dengan gerakan ini adalah regurgitasi mitral, yang merupakan temuan sering pada pasien dengan gradien. Kavitas ventrikel kiri seringkali kecil, dengan ejeksi sitolik yang biasanya kuat, maka pada akhir sistol ventrikel kiri akan seperti menghilang dikarenakan ukurannya yang semakin kecil. Pada pasien dengan keterlibatan apikal, hipertrofi yang ekstensif dapat membentuk suatu konfigurasi menyerupai sekop (spade-like) pada angiogram ventrikular kiri.

Temuan lain
            Pada pasien berusia lebih dari 45 tahun, penyakit arteri koroner obstruktif kemungkinan dapat ditemukan, walaupun gejala dari nyeri iskemik sulit dibedakan dengan gejala yang sama dari pasien dengan angiogram koroner normal dan HCM. Arteri descending sinistra dan arteri koroner perforator septal dapat menunjukkan penyempitan bertahap dan abnormalitas terkait aliran selama sistol.

Studi Elektrofisiologik
            Sebuah studi elektrofisiologi diagnostik yang menggunakan stimulasi listrik yang terprogram dapat mengidentifikasi kelainan konduksi, disfungsi sinus node / sinus node dysfunction (SND), dan potensi akan aritmia yang diinduksi.
Korelasi prognostik pada aritmia yang diinduksi  dengan aritmia klinis spontan dan/atau kematian mendadak belum jelas secara keseluruhan. Beberapa studi menunjukkan hubungan antara hasil elektrofisiologik dan pemeringkatan risiko akan kematian mendadak, tapi studi lain tidak dapat menunjukkan hubungan langsung.

Temuan histologis
            Hipertrofi miokardial dan ketidakteraturan jaringan otot yang mengakibatkan suatu pola khas berbentuk spiral, kekacauan susunan sel dan disorganisasi struktur miofibril di dalam sel, terjadi pada hampir semua pasien dengan kardiomiopati hipertrofik.
            Fibrosis cukup menonjol ditemukan dan mungkin menjadi cukup ekstensif  untuk menghasilkan penampakan bekas perlukaan yang besar. Intramural arteri koroner abnormal, dengan pengurangan ukuran lumen dan penebalan dinding pembuluh, adalah temuan umum pada pasien dengan HCM, terjadi pada lebih dari 80% kasus. Kelainan ini lebih sering terjadi pada septum ventrikular dan mendampingi fibrosis ekstensif pada dinding jantung yang terpengaruh.


Penatalaksanaan

Pertimbangan pendekatan
            Prinsip dasar terapi pengobatan dan pembedahan adalah digunakan untuk mengurangi kontraktilitas ventrikular atau meningkatkan volume ventrikular, meningkatkan fungsi (compliance) ventrikular dan dimensi traktus aliran keluar (outflow tract), dan pada kasus HCM obstruktif, mengurangi gradien tekanan sepanjang LVOT. Yang terpenting dari semua terapi adalah pengurangan risiko kematian mendadak dengan mengidentifikasi pasien ini pada tahap awal dan pengobatan yang efektif dan/atau implantasi pembedahan defibrilattor otomatis.  
            Pengobatan diantaranya adalah beta blocker, calcium channel blocker, dan walaupun jarang : diltiazem, amiodarone, dan disopyramide. Antitusif dapat diberikan untuk menghindari batuk.
            Penelitian menunjukkan bahwa terapi bertahap dapat mengurangi tekanan darah tinggi pada pasien dengan HCM. Pada studi dengan 115 pasien HCM, termasuk didalamnya 94 pasien dengan HCM obstruktif, terapi hipertensi bertahap secara efektif mengendalikan baik gejala HCM obstruktif maupun hipertensi. Tekanan sistolik rata-rata pada kelompok HCM obstruktif berkurang dari 137 ke 131 mm Hg, dan hipertensi tidak terkendali berkurang dari 56% pada kunjungan pertama menjadi 37% pada kunjungan terakhir.
            Hindari obat inotropik jika dimungkinkan; Juga hindari nitrat dan amina simpatomimetik, kecuali pada pasien yang juga mengalami penyakit arteri koroner. Hindari digitalis, karena glikosida adalah kontraindikasi kecuali pada pasien dengan fibrilasi atrial tidak terkendali. Kewaspadaan terhadap penggunaan diuretik perlu diterapkan karena potensi efek merugikan terhadap gradien LVOT dan volume ventrikular.

Pencegahan
            Pasien harus menghentikan untuk melakukan aktivitas atletis kompetitif yang berkelanjutan dan kegiatan fisik berat yang menggunakan banyak tenaga, seperti mencangkul atau mengangkat beban berat, dikarenakan risiko kematian jantung mendadak aritmogenik.  Rekomendasi pengobatan dan pencapaian penyembuhan tidak pernah menyimpang dari larangan aktivitas-aktivitas tersebut.

Konsultasi
Untuk penatalaksanaan dan pemahaman komprehensif penyakit ini, konsultasi dapat dilakukan dengan dan antara :
  • Kardiologis
  • Spesialis bedah toraks dan kardiovaskular
  • Ahli elektrofisiologi
  • Ahli genetika

Diet
Tidak ada diet (batasan makanan) khusus. Namun pasien seharusnya menghindari kenaikan berat badan yang eksesif.

Obat-obatan (Medikamentosa)
            Tujuan utama dari pemberian obat-obatan adalah mengurangi gejala seperti nyeri dada, sesak nafas, dan palpitasi. Beta blocker dianggap sebagai agen lini pertama, karena mereka dapat memperlambat heart rate dan mengurangi kemungkinan terjadinya detak ektopik.  Pada pasien yang tidak dapat mentoleransi beta blocker atau tidak mengalami perbaikan gejala dengan beta blocker, calcium channel blocker nondihidropiridin seperti verapamil dapat digunakan, walaupun berpotensi berbahaya pada pasien dengan keadaan hipotensi sistemik atau dyspnea parah pada saat istirahat. Obat ini juga menurunkan heart rate, walau pengunaannya pada pasien dengan obstruksi outflow  parah, peningkatan tekanan oklusi arteri pulmonal dan tekanan darah rendah, harus dilakukan dengan kewaspadaan.  Dihydropyridine calcium channel blockers seharusnya dihindari pada pasien dengan bukti adanya obstruksi. Pada pasien yang tetap memiliki gejala walaupun sudah diberikan penanganan di atas, disopyramide dapat dipertimbangkan untuk perbaikan atau pengurangan gejala. Diuretik dapat diberikan pada pasien dengan bukti adanya overload cairan, walaupun harus digunakana dengan kewaspadaan dengan bukti adanya obstruksi. Pasien yang tetap memiliki gejala walaupun diberikan terapi obat dapat mempertimbangkan terapi yang lebih invasif. Phenylephrine intravena (atau agen vasokonstriksi murni lainnya) dapat digunakan pada situasi hipotensi akut dengan kardiomiopati hipertrofik yang tidak memberikan respons terhadap pemberian cairan. 

Miomektomi Ventrikel Kiri dan Perbaikan Katup Mitral

Miomektomi Ventrikel Kiri
            Miomektomi ventrikel kiri dilaksanakan pada pasien gejala parah dan tidak membaik dengan terapi serta memiliki gradien outflow lebih dari 50 mm Hg, baik pada saat istirahat maupun dengan aktivitas yang memprovokasi. Prosedur miomektomi ini umumnya sukses dalam menghilangkan gradien outflow; kebanyakan pasien mendapatkan perbaikan gejala pada paling tidak 5 tahun berikutnya.
            Pengurangan gradien LVOT mungkin tidak akan berkorelasi dengan pengurangan risiko kematian mendadak atau mortalitas secara keseluruhan. Ditambah lagi, gradien outflow dapat meningkat secara bertahap seiring dengan waktu dan kembali seperti keadaan sebelumnya, sehingga mengakibatkan perlunya pengulangan prosedur atau terapi pengobatan tambahan. Pasien dengan HCM obstruktif dengan gradien istirahat yang rendah dan obstruksi laten mungkin dapat memiliki gejala merugikan yang sama dengan pasien yang memiliki gradien istirahat yang parah. Pada 749 pasien yang  menjalani miektomi septal, 249 memiliki gradien pada saat istirahat yang rendah tetapi memiliki obstruksi traktus outflow yang parah dengan uji provokasi.  Perbaikan gejala  dan ketahanan hidup pada pasien-pasien ini serupa dengan pasien dengan obstruksi outflow parah pada saat istirahat yang menjalani miektomi. Sehingga dapat disarankan miektomi septal direkomendasikan pada pasien yang memiliki obstruksi outflow parah hanya pada uji provokasi karena ketahanan hidup dan perbaikan gejala adalah baik, yang dapat diartikan obstruksi dinamis adalah masalah hemodinamik yang utama, bukan disfungsi diastolik.
            Pembedahan septal miektomi adalah operasi jantung terbuka yang dilakukan untuk perbaikan gejala pada pasien yang tetap simtomatik berat meskipun sudah dilakukan terapi pengobatan. Tindakan ini telah sukses dilakukan selama lebih dari 25 tahun. Pembedahan miektomi septal prinsipnya mengurangi obstruksi LVOT dan memperbaiki gejala, dan pada pusat pelayanan kesehatan yang berpengalamanan memiliki angka mortalitas pembedahan kurang dari 1% dan juga angka sukses 85%.  Tindakan ini terdiri dari sternotomi median (anestesi umum, pembukaan dada, dan bypass kardiopulmonal) dan mengambil dan membuang sebagian dari septum interventrikular. Reseksi miektomi yang hanya berfokus pada septum subaortik, untuk memperbesar ukuran outflow tract agar mengurangi gaya Venturi mungkin tidak cukup untuk menghilangkan total gerakan sistolik anterior / systolic anterior motion (SAM) dari daun katup anterior dari katup mitral. Dengan jenis reseksi yang terbatas ini, tonjolan mid-septal yang tersisa tetap mengarahkan aliran secara posterior. SAM tetap ada karena aliran mengalir dibelakang katup mitral. Hanya jika bagian yang mendalam dari tonjolan septal yang direseksi sehingga aliran dialirkan secara anterior menjauh dari katup mitral, maka akan terjadi menghilangnya atau terhapusnya SAM. Dengan catatan tersebut, sebuah modifikasi miektomi diperpanjang dari apa yang dikenal sebagai miektomi Morrow, mobilisasi dan eksisi parsial dari muskulus papilaris telah menjadi eksisi pilihan. Pada pasien tertentu dan terpilih dengan katup mitral yang redundan (berlebihan), plication (lipatan) daun katup anterior dapat ditambahkan untuk melengkapi pemisahan katup mitral dan outflow. Komplikasi dari pembedahan miektomi septal diantaranya kemungkinan kematian, aritmia, infeksi, perdarahan terus-menerus, perforasi/defek septal, stroke.

Penggantian Katup Mitral
Penggantian katup mitral dikhususkan untuk pasien dengan regurgitasi mitral parah yang disebabkan gerakan sistolik anterior (SAM) dari katup mitral, khususnya ketika regurgitasi / insufisiensi mitral (fraksi regurgitan luas) diasosiasikan dengan perkembangan gagal jantung kongestif atau hipertensi pulmonal parah.

Implantasi Pacemaker (alat pacu jantung)
            Panduan The ACC/AHA/HRS 2008 Guidelines for Device-Based Therapy of Cardiac Rhythm Abnormalities merekomendasi pacu (pacing) permanen untuk SND (sinus node dysfunction) atau AV block pada pasien dengan HCM dan dapat dipertimbangkan pada pasien HCM yang gejalanya tidak membaik dengan pengobatan dan obstruksi LVOT yang signifikan baik pada saat istirahat maupun terprovokasi. 
              Metode transvenous dual-chamber pacing telah digunakan untuk pasien dengan HCM. Preeksitasi septal ventrikel kanan disebabkan oleh pacing apikal ventrikel kanan yang mengakibatkan “menarik dirinya” septum dari daerah outflow, sehingga terjadi peningkatan dalam aliran dan pengurangan obstruksi LVOT.
            Banyak pasien merasakan perbaikan gejala dengan implantasi pacemaker dan dapat mengurangi obat-obatan yang harus diminum.
            Perlu dicatat pengurangan dalam gradien LVOT bukan berarti akan terjadi pengurangan dalam kerentanan terjadinya aritmia ventrikular dan kematian mendadak. Sehingga, pacing permanen pada pasien dengan HCM diposisikan sebagai terapi pelengkap oleh beberapa peneliti dibandingkan sebagai penatalaksanaan utama. Hasil yang dilaporkan sangat beragam, dengan efek plasebo signifikan  dan keberagaman hasil akhir pasien.
            Penggunaan pacemaker telah disarankan pada sejumlah individu, dalam rangka menimbulkan kontraksi asinkron dari ventrikel kiri. Dikarenakan pacemaker mengaktivasi septum interventrikular sebelum dinding bebas ventrikel kiri, gradien sepanjang LVOT dapat menurun. Terapi semacam ini telah menunjukkan memberikan perbaikan gejala yang lebih sedikit dan pengurangan gradien LVOT yang lebih sedikit jika dibandingkan pembedahan miektomi. Kemajuan teknologi juga telah mengembangkan pacemaker dua bilik, yang hanya menyala / bekerja pada saat dibutuhkan (berbeda dengan pacemaker biasa yang menyediakan stimulus konstan). Walaupun pacemaker dua bilik telah menunjukkan dapat menurunkan obstruksi LVOT, penelitian percobaan menemukan hanya beberapa individu yang mengalami perbaikan gejala. Dan sayangnya, peneliti menduga bahwa laporan “perbaikan” gejala ini dikarenakan efek plasebo.
            Prosedur ini diantaranya adalah insisi dari area anterlateral dibawah klavikula. Dua lead kemudian dimasukkan, satu pada atria kanan dan yang satu lagi kedalam apeks ventrikel kanan melalui vena subklavia. Ketika sudah ditempatkan, lead-lead ini diamankan dan dihubungkan ke generator yang akan tetap berada di dalam fascia pasien, yeng terletak anterior terhadap otot pektoral. Komplikasi dari prosedur ini diantaranya infeksi, kerusakan lead listrik dan generator sehingga akan membutuhkan penggantian.

 Kateter Ablasi Septal
            Ablasi septal alkohol diperkenalkan oleh Ulrich Sigwart pada tahun 1994, adalah suatu teknik perkutaneus yang melibatkan injeksi alkohol kedalam salah satu atau lebih cabang septal dari arteri descending sinsitra anterior. Ini merupakan teknik yang hasilnya mirip dengan prosedur pembedahan miektomi septal tetapi lebih tidak invasif, karena tidak memerlukan anestesia umum dan pembukaan dinding dada dan perikardium (yang dilakukan pada miektomi septal).  Pada populasi tertentu dengan gejala yang jelas disebabkan oleh gradien outflow tract yang tinggi, ablasi septal ini dapat mengurangi gejala dari HCM. Sebagai tambahan, individu yang berusia tua dan mereka yang memiliki masalah kesehatan lainnya, yang akan meningkatkan risiko prosedural pada pembedahan miektomi, akan mendapatkan manfaat dari prosedur ablasi septal yang lebih tidak invasif.
            Ketika dilaksanakan secara tepat, ablasi septal alkohol akan menimbulkan suatu serangan jantung yang terkendali, dimana suatu bagian dari septum interventrikular yang melibatkan LVOT menjadi infark dan akan berubah menjadi bekas perlukaan (scar). Pasien mana yang paling tepat diberikan pembedahan miektomi, ablasi septal alkohol, atau terapi obat adalah topik yang penting dan diperdebatkan secara intens pada kalangan ilmuwan medis. 
            Prosedur ablasi kateter transvena dari area septal telah dilaksanakan menggunakan infusi etanol arterial selektif untuk menghancurkan jaringan miokardial. Prosedur ini melibatkan infus 96% ethanol kedalam cabang septal pertama dari arteri descending anterior sinistra dan menimbulkan suatu infark terapi pada miokardium proksimal septal interventrikular.
            Hal ini akan mengakibatkan perubahan bentuk (remodelling) septum, yang akan mengurangi ketebalan yang signifikan dari septum, yang merupakan ciri khas HCM, serta mengakibatkan pengurangan gradien sepanjang LVOT. Karena kondisi ini, prosedur ini disamakan dengan pembedahan miomektomi, dalam upayanya untuk mengurangi jumlah miokardium septal ventrikular sehingga terjadi penurunan gradien LVOT.
            Prosedur ini telah dilakukan secara klinis sejak tahun 1990an dan hasil yang dilaporkan sangat baik, dengan pengurangan signifikan dalam gejala, dan insidensi kegagalan jantung. Pada banyak pusat pelayanan kesehatan, ini merupakan prosedur pembedahan pilihan untuk HCM.

Implantable Cardioverter Defibrillator
            Implantable cardioverter defibrillator (ICD) telah digunakan sebagai pencegahan kematian mendadak yang dikarenakan aritmia. Penempatan transvena mirip dengan teknik pada implantasi pacemaker permanen dan dapat dilakukan di ruangan laboratorium elektrofisiologi maupun pembedahan.
            Sebuah  ICD akan secara otomatis mendeteksi, mengenali, dan menangani takiaritmia dan bradiaritmia dengan terapi bertingkat (yaitu  bradycardia pacing, overdrive tachycardia pacing, low-energy cardioversion, dan high-energy shock defibrillation).
            Terapi ICD telah menunjukkan sebagai penyelamat nyawa. Pada studi besar, terdesain dengan baik, dan prospektif pada pasien dewasa dengan penyakit arteri koroner dan fraksi ejeksi rendah yang bertahan dari infark miokardial, ICD telah menunjukkan bahwa ia lebih superior dibandingkan terapi obat antiaritmia.
            Penelitian berlanjut terus dilakukan untuk menilai besarnya manfaat terapi ICD terhadap kardiomiopati. Studi kecil pada anak-anak dan pengalaman pribadi dan anekdotal tampaknya cenderung mendukung penggunaan ICD pada pasien kardiomiopati hipertrofik dan aritmia, genotip malignan dari riwayat keluarga, dan faktor lain yang mungkin dapat meningkatakan mortalitas, dan khususnya. Risiko kematian mendadak karena aritmia.  

Aktivitas pasien
Hindari kegiatan yang membutuhkan tenaga besar atau lama. Olahraga kompetitif seharusnya tidak diperbolehkan jika terdapat hal-hal sebagai berikut:
  • Gradien outflow yang signifikan
  • Aritmia ventrikular atau supraventrikular yang signifikan
  • Hipertrofi ventrikel kiri yang signifikan
  • Riwayat saudara / keluarga yang mengalami kematian mendadak dan memiliki kardiomiopati hipertrofi
  • Genotip malignan yang teridentifikasi
  • Umur muda (< 30 tahun)
  • Respon tekanan darah abnormal terhadap latihan fisik
  • Adanya riwayat sinkop, khususnya pada anak-anak

            Walaupun menghindari aktivitas fisik yang intens dan berat lebih baik dan disarankan, partisipasi dalam aktivitas olahraga rekreasi non-kompetitif tidak dipercaya sebagai kontraindikasi.
            Screening / pemeriksaan kardiovaskular sebelum ikut serta dalam olahraga kompetitif tampaknya dapat mengurangi frekuensi kematian mendadak tidak terduga dari HCM, Walaupun apakah screening berskala besar dan luas dari profesi atlet secara administratif memungkinkan atau cost-effective masih belum disepakati.
            Kematian mendadak terjadi pada saat latihan fisik, tetapi ia juga menunjukkan suatu distribusi sirkadian, dengan kebanyakan kematian pada waktu pagi dan sore awal.


Pasien asimtomatik
            Pasien kardiomiopati hipertrofik dengan jumlah yang signifikan tidak memiliki atau menunjukkan gejala dan memiliki harapan akan hidup yang normal, walaupun mereka seharusnya berkonsultasi untuk menghindari kegiatan berat tertentu atau olahraga kompetitif.          Pasien seharusnya menjalani pemeriksaan screening / penyaringan untuk faktor risiko dari kematian jantung mendadak. Pada pasien dengan obstruksi outflow yang terjadi pada waktu istirahat atau pada saat ditimbulkan, keadaan yang menyebabkan dehidrasi atau vasodilatasi (seperti penggunaan obat vasodilator atau obat tekanan darah diuretik ) seharusnya dihindari. Terapi reduksi (pengurangan) septal tidak direkomendasikan pada pasien asimtomatik.



Transplantasi Jantung
            Dalam kasus dimana semua bentuk penanganan pengobatan tidak menunjukkan perbaikan, transplantasi jantung dapat menjadi suatu pilihan. Ini juga merupakan penanganan satu-satunya untuk gagal jantung tahap akhir. Namun demikian, transplantasi harus terjadi sebelum onset gejala-gejala seperti hipertensi pembuluh pulmonal, malfungsi ginjal, dan tromboembolism agar menjadi penanganan pengibatan yang sukses. Studi menunjukkan angka bertahan hidup tujuh tahun pada 94 % pasien setelah transplantasi..

Screening (Penyaringan terduga HCM)
            Walaupun HCM dapat menjadi asimtomatik, individu yang terpengaruh dapat menunjukkan gejala yang beragam mulai dari yang ringan sampai dengan gagal jantung yang kritis dan kematian jantung mendadak pada titik manapun dari awal masa kanak-kanak sampai usia lanjut.  HCM adalah penyebab terbanyak kematian jantung mendadak pada atlet muda di Amerika Serikat, dan merupakan kelainan kardiovaskulaer genetik yang paling umum. Satu studi telah menemukan bahwa insidensi kematian jantung mendadak pada atlet muda yang kompetitif menurun pada daerah Veneto di Italia sebanyak 89% sejak perkenalan adanya Screening rutin kardiomiopati hipertrofik pada atlet. Namum sejak 2010, studi menunjukkan bahwa insidensi kematian jantung mendadak, diantara semua pasien HCM, memang menurun menjadi satu persen atau kurang.
            HCM dapat dideteksi oleh ekokardiogram dengan keakuratan 80% lebih, yang dapat didahului oleh screening dengan elektrokardiogram (EKG) untuk memeriksa abnormalitas jantung. Cardiac magnetic resonance imaging (CMR), yang dianggap sebagai gold standard untuk menentukan gambaran fisik komprehensif dari dinding ventrikel kiri, dapat berperan sebagai metode screening alternatif ketika ekokardiogram memberikan hasil yag inkonklusif. Sebagai contoh, identifikasi hipertrofi ventrikular segmental tidak bisa dilakukan hanya dengan ekokardiografi. Dan juga, hipertrofi ventrikal kiri dapat tidak ditemukan pada anak dibawah umur 13 tahun. Hal ini dapat mengurangi kesahihan hasil dari ekokardiogram pasien pra-remaja. Also, left ventricular hypertrophy may be absent in children under thirteen years of age. Namun peneliti telah mempelajari carrier (pembawa) asimtomatik dari mutasi yang menyebabkan HCM melalui penggunaan CMR dan telah dapat mengidentifikasi kriptus pada jaringan septal interventrikular pada pasien ini. Telah diduga bahwa pembentukan kriptus ini adalah indikasi dari ketidakteraturan miosit dan dinding pembuluh yang berubah yang kemudian akan menghasilkan gambaran klinis dari HCM. Dan yang terakhir, pengumpulan riwayat keluarga dan pemeriksaan fisik dianggap inefektif, dan hanya memberi peringatan pada 3% pasien sebelum kematian jantung mendadak. Kemungkinan penjelasan ini adalah bahwa pengumpulan riwayat keluarga hanya berfokus kepada apakah ada kematian mendadak atau tidak. Ia tidak mencantumkan usia ketika kerabat tersebut mengalami kematian jantung mendadak, begitu juga dengan frekuensi kejadian gangguan jantung. Terlebih lagi, dikarenakan banyak faktor  yang diperlukan untuk dipertimbangkan sebagai risiko kematian jantung mendadak, dan tidak ada faktor yang lebih penting dari faktor lain, maka adanya ambiguitas dalam kapan harus memberikan perlakuan khusus.

Prognosis
            Laporan angka mortalitas pada pasien dengan kardiomiopati hipertrofik antara 1% hingga 3-6%, dan studi menunjukkan bahwa secara signifikan telah membaik sepanjang 40 tahun terakhir. 
            Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2006 melaporkan bahwa angka kematian mendadak yang terpublikasikan sepanjang 10 tahun terakhir lebih rendah dibandingkan angka yang dipublikasikan pada masa sebelumnya (median 1.0% (range 0.1–1.7) v 2.0% (0–3.5)). Namun demikian, HCM tetap membawa risiko tinggi mortalitas dan morbiditas.
            Satu rangkaian pasien yang terdiri dari 46 individu dengan obstruksi midventrikular ditemukan memiliki risiko yang meningkat akan pembentukan aneurisma apikal. Gejala dan kematian yang berhubungan dengan HCM mirip dengan yang tidak memiliki obstruksi midventrikular ; peningkatan risiko gejala dan kematian serupa dengan pasien yang memiliki obstruksi LVOT.
            Kebanyakan pasien adalah asimtomatik. Namun disayangkan, manifestasi klinis pertama dari penyakit ini pada individu tersebut dapat merupakan kematian mendadak, yang kemungkinan besar dikarenakan takikardia atau fibrilasi ventrikel. Pasien muda, khusunya anak-anak, memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi. Anak memiliki derajat hipertrofi ventrikel yang lebih tinggi dan lebih simtomatik pada awal perjalanan penyakit, yang kemungkinan dikarenakan genotip malignan muncul lebih awal dalam hidup..
            Mutasi yang lebih jinak tidak mengelicit fenotip klinis maupun ekokardiografis atau gejala pada populasi pediatrik. Kematian seringkali mendadak, tidak terduga, dan biasanya diasosiasikan dengan olahraga atau latihan fisik yang berat. Diagnosis awal merupakan langkah penting utama untuk menentukan tingkat aktivitas yang dianggap aman.
            Screening (penyaringan) anggota keluarga derajat pertama bermanfaat untuk mengidentifikasi anggota keluarga tambahan yang terpengaruh sebelum onset timbulnya gejala signifikan atau kematian mendadak.
            Pasien dapat memiliki serentetan aritmia, termasuk fibrilasi atrial, flutter atrial, ektopi ventrikular, takikardia ventrikular, dan fibrilasi ventrikular. Pasien ini termasuk diantara kelompok dengan risiko tertinggi untuk fibrilasi ventrikel dan berpotensi dapat menimbulkan pemilihan terapi yang sulit untuk mengurangi risiko.
            Pasien memiliki kemungkinan yang tinggi akan kegagalan jantung yang berulang yang berasal dari regurgitasi mitral dan disfungsi diastolik yang signifikan. HCM adalah suatu kondisi progresif yang memburuk seiring waktu, begitu juga gradien sepanjang LVOT (left ventricle outflow tract) jika dibiarkan tidak tertangani. Fungsi sistolik biasanya terpelihara dengan baik hanya sampai tahap akhir penyakit ini. Angina jarang pada anak-anak tapi umum ditemukan pada pasien dewasa. Sinkop dan presinkop adalah umum ditemukan dan dapat mengidentifikasi individu yang memiliki risiko tinggi kematian mendadak.

Edukasi Pasien
            Anggota keluarga seharusnya mempelajari resusitasi jantung-paru (RJP) / cardiopulmonary resuscitation (CPR). Sebagai tambahan, sarankan pasien dan keluarga untuk konseling psikososial. Edukasi agar anak dari pasien dengan kardiomiopati hipertrofik / hypertrophic cardiomyopathy (HCM), terutama dalam jangka umur pediatrik, untuk menjalani ekokardiografi dan pemeriksaan genetik segera jika ekokardiogram belum mengungkap penyakit dengan jelas. 
            Berlakukan larangan aktivititas diantaranya penghentian total dari aktivitas olahraga kompetitif yang tinggi dan latihan fisik yang sangat berat, seperti mengangkat benda berat, angkat beban, dan mencangkul.


Daftar Pustaka/Referensi
  1. Nasution SA. Kardiomiopati. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribrata MK, Setiati S, editor.  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p1600-1603
  2. Wynne J, Braunwald E. Cardiomyopathy and myocarditis. Dalam : Kasper DL et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. Inc. United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2005.
  3. Maron BJ. Circulation. Contemporary Definitions and Classification of The Cardiomyopathies. New York: McGraw-Hill; 2006. p1807-1816.
  4. Rizzo DC. Delmar’s fundamentals of anatomy and physiology. Michigan: Biology Departement Head Professor of Biology Marygrove College Detroit; 2001. p294-311.
  5. Wynne J, Braunwald E. Cardiomyopathy and myocarditis. Dalam : Kasper DL et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th Edition. Inc. United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2005.
  6. Gunawan CA. Kardiomiopati Hipertrofik. Cermin Dunia Kedokteran. No. 143 hal 19. 2004.
  7. Anonim. Profil Kesehatan Indonesia 2008. (sumber: http://www.depkes.go.id  diakses 11 Desember 2015).
  8. Price SA dan Wilson LM. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 6. Jakarta: ECG; 2003. p517-529.
  9. Afridi HR. Imaging in Dilated Cardiomyopathy. (sumber: http://emedicine.medscape.com diakses tanggal 11 Desember 2015).
  10. Raphael MJ, Partridge JB. Cardiomyopathies, cardiac tumours, trauma and cardiac transplantation. Dalam. Grainger RG, Allison DJ, Adam A, Dixon AK. Diagnostic Radiology a Textbook of Medical Imaging Fourth Edition. London: Harcout Publishers Limited; 2001.
  11. Siregar AA. Kardiomiopati Primer pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. (online), (http://library.usu.ac.id diakses 11 Desember 2015).
  12. Taylor RB. Taylor’s cardiovascular diseases: a handbook. Inc. United States of America  : Springer Science; 2005.
  13. Rivera-Diaz, Jorge; Moosvi, Ali R. (July 1996). "Apical hypertrophic cardiomyopathy". South. Med. J. 89 (7): 711–713.
  14. Gersh BJ, Maron BJ, Bonow RO, et al. (December 2011). "2011 ACCF/AHA guideline for the diagnosis and treatment of hypertrophic cardiomyopathy: executive summary: a report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines". J. Thorac. Cardiovasc. Surg. 142 (6): 1303–38.
  15. Sherrid MV, Barac I, McKenna WJ, et al. (Apr 2005). "Multicenter study of the efficacy and safety of disopyramide in obstructive hypertrophic cardiomyopathy". J Am Coll Cardiol. 45 (8): 1251–8.
  16. Morrow AG (Oct 1978). "Hypertrophic subaortic stenosis. Operative methods utilized to relieve left ventricular outflow obstruction". J Thorac Cardiovasc Surg 76 (4): 423–30.
  17. Nakatani S, Schwammenthal E, Lever HM, Levine RA, Lytle BW, Thomas JD (Feb 1996). "New insights into the reduction of mitral valve systolic anterior motion after ventricular septal myectomy in hypertrophic obstructive cardiomyopathy". Am Heart J. 131 (2): 294–300.
  18. Balaram SK, Sherrid MV, Derose JJ, Hillel Z, Winson G, Swistel DG (Jul 2005). "Beyond extended myectomy for hypertrophic cardiomyopathy: the resection-plication-release (RPR) repair". Ann Thorac Surg. 80 (1): 217–23.
  19. McIntosh CL, Maron BJ, Cannon RO, Klues HG (Nov 1992). "Initial results of combined anterior mitral leaflet plication and ventricular septal myotomy-myectomy for relief of left ventricular outflow tract obstruction in patients with hypertrophic cardiomyopathy". Circulation 86 (5 Suppl): II60–7.
  20. Brilakis ES, Nishimura RA (Jul 2003). "Severe pulmonary hypertension in a patient with hypertrophic cardiomyopathy: response to alcohol septal ablation". Heart 89 (7): 790.
  21. Heldman AW, Wu KC, Abraham TP, Cameron DE (Jan 2007). "Myectomy or alcohol ablation surgery and percutaneous intervention go another round". J Am Coll Cardiol. 49 (3): 358–60.
  22. Ommen SR, Nishimura RA, Squires RW, Schaff HV, Danielson GK, Tajik AJ (Jul 1999). "Comparison of dual-chamber pacing versus septal myectomy for the treatment of patients with hypertrophic obstructive cardiomyopathy: a comparison of objective hemodynamic and exercise end points". J Am Coll Cardiol 34 (1): 191–6.
  23. "Autopsy reveals Foe died of heart problem", CNN.com, July 7, 2003 (retrieved November 22, 2015).Stefan Lovgren,. "Athens Olympics May Be Most Physically Demanding Ever", National Geographic, August 5, 2004 (retrieved November 22, 2015).
  24. Ly HQ; Greiss I; Talakic M; Guerra PG; Macle L; Thibault B; Dubuc M; Roy D, Clinical Electrophysiology Service, Department of Medicine, Montreal Heart Institute, University of Montreal, Montreal, et al. Sudden death and hypertrophic cardiomyopathy: a review. Can J Cardiol. 2005.
  25. Colombo MG, Botto N, Vittorini S, Paradossi U, Andreassi MG. Clinical utility of genetic tests for inherited hypertrophic and dilated cardiomyopathies. Cardiovasc Ultrasound. 2008 Dec 19. 6:62.
  26. Morimoto S. Sarcomeric proteins and inherited cardiomyopathies. Cardiovasc Res. 2008 Mar 1. 77(4):659-66.
  27. Soor GS, Luk A, Ahn E, Abraham JR, Woo A, Ralph-Edwards A, et al. Hypertrophic cardiomyopathy: current understanding and treatment objectives. J Clin Pathol. 2009 Mar. 62(3):226-35.
  28. Van Driest SL, Ackerman MJ, Ommen SR, Shakur R, Will ML, Nishimura RA, et al. Prevalence and severity of "benign" mutations in the beta-myosin heavy chain, cardiac troponin T, and alpha-tropomyosin genes in hypertrophic cardiomyopathy. Circulation. 2002 Dec 10. 106(24):3085-90.
  29. Minami Y, Kajimoto K, Terajima Y, et al. Clinical implications of midventricular obstruction in patients with hypertrophic cardiomyopathy. J Am Coll Cardiol. 2011 Jun 7. 57(23):2346-55.




Kata Kunci Pencarian : Kardiomiopati hipertrofik, ilmu penyakit dalam, kardiologi, artikel, makalah, tesis, desertasi, karya tulis ilmiah, jurnal, SKP (Satuan Kredit Profesi), Kompetensi, pdf, word, .pdf, .doc, .docx, skripsi, referat, refrat, modul BBDM, Belajar Bertolak Dari Masalah, Problem Based  Learning, askep (asuhan keperawatan)


0 comments:

Posting Komentar

Posting Terbaru

Silahkan Like di Facebook untuk mengikuti perkembangan artikel baru

Entri Populer

Kehidupan yang bermanfaat adalah kehidupan hebat

Ilmu adalah kunci kemajuan

Back to Top

Terima Kasih Telah Berkunjung

Diberdayakan oleh Blogger.